Bukittinggi: Kota Pendidikan?

Saya agak trenyuh membaca tulisan yang saya baca dari web pemerintah kota ini, maaf seribu maaf, tapi sebagai orang yang lahir dan menjelang besar dan dibesarkan oleh dunia pendidikan disana, saya merasa perlu urun komentar.

Profil dibawah asli diambil dari http://www.bukittinggikota.go.id/v2/index.php?class=text&file_id=108


Bidang Pendidikan

Bidang pendidikan ditetapkan menjadi potensi unggulan daerah Kota Bukittinggi, juga sejalan dengan fungsi dan kondisi alamiah Kota Bukittinggi dengan udaranya yang sejuk akan sangat mendukung bagi penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana didunia ini Kota Pendidikan itu adalah kota yang berudara sejuk.

Oleh karena itu, sejak dari zaman Belanda, Kota Bukittinggi dan sekitarnya dijadikan sebagai tempat pendirian pusat-pusat pendidikan. Kita kenal dengan “ sekolah Raja “,Fakultas Kedokteran Pertama, Sekolah Mosvia, Kweek School, Mulo, Sekolah Tata Praja (APDN), HIS dan Ambach shcool. Dan pada Zaman awal kemerdekaan berdiri sekolah Polwan dan kadet serta Pamong Paraja yang pertama di Indonesia, bahkan Universitas Andalas yang saat ini berada di Padang, sebelumnya berada di Bukittinggi.

Dalam melestarikan bukti sejarah pendidikan tersebut, pemerintah kota Bukittinggi telah membangun Monumen Kadet dan Tugu Polwan serta melestarikan bangunan Pamong Paraja.

Peningkatan pelayanan pendidikan dijadikan sebagai salah satu agenda pembangunan ini tidak hanya pada pendidikan dasra dan menengah, tetapi juga pada pengembangan pendidikan tinggi yang berbasis aqidah. Melalui peletakan prioritas pembangunan pada peningkatan kualitas pendidikan diharapkan kualitas sumber daya manusia secara bertahap akan dapat ditingkatkan dan pondasi pendidikan bertaraf internasional dapat diwujudkan.

Bukittinggi sebagai Kota Pendidikan telah memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang memadai karena saat ini telah tersedia 34 Taman Kanak-kanak, 59 Sekolah Dasar, 10 SLTP, 15 SMU, 13 SMK dan 18 Perguruan Tinggi. Jangkauan pelayanan pendidikan tidak hanya untuk putra daerah Kota Bukittinggi saja, akan tetapi meliputi Wilayah Sumatera Barat bagian Utara, sebagian Riau, Sumatera Utara dan Jambi. Demikian juga tenaga guru/ dosen telah memadai sehingga prestasi akademik pelajar kota ini sangat membanggakan.

Dengan kondisi demikian maka ke depan orientasi pendidikan harus diupayakan bagaiman menciptakan kualitas akademik yang tinggi dibarengi dengan kualitas agama yang sempurna. Hal ini harus kita antisipasi karena dampak globalisasi akan menyebabkan pengaruh negatifnya merasuk ke rumah tangga. Untuk itu kedepan akan dikembangkan Pembangunan SDM berbasis Aqidah, maka pola pendidikan yang berbasis agama sudah dimulai sejak dini (dari kandungan)


Saya terpaksa comment:
1) tidakkah aneh angka 34 Taman Kanak-kanak, 59 Sekolah Dasar, 10 SLTP, 15 SMU, 13 SMK dan 18 Perguruan Tinggi?
Yup, 59 SD berbanding 10 SLTP. Apakah siswa-siswa dari 59 SD itu akan masuk di 10 SLTP yang dimaksud? Mungkin tidak juga. Mungkin anak-anaknya lari ke Padang? Bisa jadi.
2) Ini poin utama saya, dan ini adalah hasil pengamatan saya sejak lama, sejak saya meninggalkan kota kelahiran saya dengan alasan pendidikan.
Bukittinggi itu sangat sangat sangat potensial dari sisi SDM. Nggak percaya? Pada kenal Bung Hatta, Syahril Sabirin, dan tokoh2 lain yang besar di Bukittinggi? Itu potensi besar, buessarrr sekali.
Tapi yang terjadi, dan saya amati betul dari teman-teman saya yang notabene asli sana. Kecenderungan merantau itu pasti, khas Minang. Selalu ada dorongan untuk merantau.
Mengapa merantau? Untuk mencari kesempatan mendapatkan yang lebih baik. Well, lets talk about the name of university. Ada yang tahu nama universitas disana? Saya tahu, karena saya menjelang besar disana.
Lantas kemana bibit2 unggul disana mencari ilmu? Nggak mungkin di kampung sendiri, dengan kualitas yang maaf, masih kalah dengan kualitas anak-anak Bukittinggi. Sekali lagi maaf, tapi ini faktanya.
Itulah yang menyebabkan anak-anak pintar dari Bukittinggi kemudian lari mencari pendidikan ke Padang, Medan, Jakarta, Bandung, sampai Jogja. Dan mereka tidak masuk di Universitas sembarangan, ITB, UI, UGM, UNPAD, STAN, USD (itu saya hahaha..) ada semua.
Dan kecenderungannya, tentu, sudah kadung merantau ke Jakarta-Bandung-Jogja, maka akan mencari penghidupan di tempat yang dekat-dekat situ. Intinya: jarang yang kembali. Dan jadilah tunas-tunas itu mekar di tempat lain.
Maaf, maaf, dan maaf. Tapi ini kenyataan, yang sepenuhnya saya lihat di lapangan.
Lantas?

Advertisement

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.