Tentang Pejabat Milenial

Tulisan ini tadinya dibuat sebelum kabinet Presiden Joko Widodo jilid II dibentuk dan begitu banyak wacana perihal menteri dari kalangan milenial. Sebagai orang yang mengklaim diri Bapak Millennial di judul blog, saya pikir bahwa boleh jadi saya bisa jadi pejabat milenial itu. Wkwkwk.

Pasca ditetapkannya Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih untuk periode 2019-2024, wacana selanjutnya kala itu adalah sebuah perkara tidak gampang tentang mengisi kabinet.

Komposisi menteri pada akhirnya menjadi perkara rumit sebab pertimbangannya lebih banyak daripada hendak berumah tangga. Ada pertimbangan dukungan politik, ada juga persoalan tentang kursi-kursi yang mau tidak mau harus diduduki oleh para profesional murni, seperti Menteri Keuangan dan Menteri Luar Negeri. Masih ada pula penyesuaian komposisi jumlah menteri wanita hingga upaya mengakomodasi perwakilan Sumatera, Sulawesi, hingga Papua.

Blackish Headache GIF - Blackish Headache Dre - Discover & Share GIFs

Seolah keribetan itu tidak cukup, muncul pula ide untuk mengangkat menteri dari kalangan milenial.

Berdasarkan buku (((Profil Generasi Milenial Indonesia))) yang diluncurkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2018 maka yang dimaksud dengan milenial itu kurang lebih berada pada rentang kelahiran tahun 1980 hingga 2000. Kala itu ada nama-nama seperti Agus Harimurti Yudhoyono dan Diaz Faisal Malik Hendropriyono beredar. Padahal keduanya kelahiran tahun 1978. Sudah kepala empat. Keliru besar.

Menjadikan anak muda sebagai menteri sesungguhnya adalah hal yang cukup langka di Indonesia. Salah satu yang pernah terjadi adalah ketika Maria Ulfah diangkat sebagai Menteri Sosial Kabinet Sjahrir II dalam usia 34 tahun 6 bulan dan 11 hari. Selain itu, biasanya menteri hanya akan dijabat oleh orang-orang yang berusia 40 tahun ke atas.

Mengenal Maria Ulfah, Advokat Bagi Kaum Perempuan yang Juga ...
Sumber: Good News From Indonesia

Dalam Kabinet Kerja dari periode pertama, beberapa menteri yang termasuk muda itu adalah Hanif Dhakiri, yang diangkat sebagai Menteri Tenaga Kerja pada usia 42 tahun. Ada juga Imam Nahrawi dan Puan Maharani, yang pada saat dilantik sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga dan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan sama-sama berusia 41 tahun.

Kasus Imam Nahrawi, KPK Panggil Kepala dan Staf Biro Keuangan ...
Sumber: Kompas.com

Publik Indonesia mulai tertarik dengan menteri yang agak muda pasca Mahathir Mohamad mengangkat Syed Saddiq Syed Abdul Rahman sebagai Menteri Belia dan Sukan Malaysia pada usia 25 tahun. Nyaris seperempat usia sang Perdana Menteri.

Sementara itu, rekor dunia sendiri dipegang oleh Shamma Al Mazrui menjadi Menteri Urusan Kepemudaan Negara di Uni Emirat Arab. Saat dilantik pada 2016, usianya baru 22 tahun dan baru setahun lulus S2 Magister Kebijakan Publik di University of Oxford. Ini adalah universitas tempat Staf Khusus Presiden, Billy Mambrasar berkuliah S2 yang kedua.

Jadi Menteri Termuda di Dunia, Shamma Al Mazrui Menginspirasi ...

Ya, ketika para pekerja newbie di Jakarta sedang galau bikin Instagram story bijak terus menerus karena keseringan dimarahi bos, maka dua orang itu malah mendapat gawean yang sangat prestisius: jadi menteri.

Menteri dari kalangan milenial dianggap menjadi salah satu solusi untuk kemajuan birokrasi di negeri yang proporsi terbesar penduduknya (33,75%) adalah kaum milenial. Presiden Jokowi sendiri menyebut bahwa saat ini dan ke depan, Indonesia perlu orang-orang dinamis, fleksibel, dan mampu mengikuti perubahan zaman yang sangat cepat. Hal itu, katanya, ada pada orang-orang muda.

Meski demikian, Presiden Jokowi juga memberi rambu-rambu bahwa mau muda sekalipun, orang-orang yang akan menjadi menteri tersebut harus mengerti manajerial serta mampu mengeksekusi program yang ada. Soalnya, banyak juga anak muda yang lebih sibuk dengan senja-kopi-senja-kopi-senja-kopi sampai kemudian maag.

The Best Coffee GIFs | National Coffee Association Blog

Tata pemerintahan hampir di seluruh dunia itu memang unik. Pemimpin yang terpilih secara politik akan menunjuk para menteri sebagai pembantunya. Menteri itu akan duduk di kursi nomor 1 sebuah kementerian. Sementara itu, pada saat yang sama, telah terbentuk struktur yang kompleks dengan terdiri dari para Pegawai Negeri Sipil pada berbagai level.

Di Indonesia, klasiknya, jabatan karir tertinggi untuk seorang PNS yang merintis dari bawah itu adalah pejabat Eselon I seperti Sekretaris Jenderal atau Direktur Jenderal. Saat ini, dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, pintu untuk orang di luar birokrasi memegang jabatan-jabatan di struktural Kementerian/Lembaga sudah dimungkinkan, meski belum cukup banyak terjadi.

Kalaulah ada PNS yang betul-betul dari bawah itu bisa kita dapati dalam sosok Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, yang pasca lulus dari UGM langsung masuk ke PU. Di departemen dan kemudian kementerian PU tersebut, Pak Menteri ini bekerja, sekolah, bekerja lagi, promosi-promosi-promosi, hingga kemudian menjadi Inspektur Jenderal dan Direktur Jenderal. Berangkat dari jabatan terakhir, beliau diangkat menjadi menteri.

Lanjut Jadi Menteri, 7 Deretan Tingkah Kocak Basuki Buat Warganet ...

Sekali lagi, yang semacam itu ada, tapi jarang sekali. Sisanya, menteri itu adalah orang luar yang nemplok langsung di pucuk pimpinan sebuah kementerian mengepalai orang-orang yang sudah berpuluh-puluh tahun ada di tempat tersebut.

Menempatkan orang di pucuk pimpinan sebuah Kementerian adalah perkara yang tidak sepele karena selain harus bisa menerjemahkan kemauan Presiden, menteri juga harus bisa mengelola gerbongnya agar mau dibawa ke arah yang tepat. Jadilah, ada banyak paket yang harus dibawa sesuai syarat dari Presiden Jokowi. Leadership dan kemampuan manajerial saja tidak cukup karena harus didukung oleh dukungan politik, plus tentu saja kecerdasan.

Bukan apa-apa, sebagaimana yang sering disebut oleh Susi Pudjiastuti yang notabene berijazah SMP pada awal kepemimpinannya di Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahwa di birokrasi level atas itu jumlah S2 dan S3-nya nggak sedikit. Bu Susi sendiri cenderung lebih mudah masuk ke dalam organisasi, antara lain karena umur yang kurang lebih sama dengan para pejabat di KKP. Selain tentu saja karena pengetahuannya tentang laut yang cukup mumpuni.

KKP sendiri, bersama dengan Kementerian Keuangan, dikenal sebagai sedikit kementerian yang dikenal sudah matang birokrasinya sehingga sering menjadi tujuan benchmark kementerian dan lembaga lainnya.

Dengan jenjang karir yang ada, usia para pejabat Eselon I dan Eselon II di seluruh kementerian dan lembaga kurang lebih adalah sama di sekitar 53 sampai 60 tahun. Artinya, jika tiba-tiba ada menteri dari kalangan milenial yang muncul, itu berarti kurang lebih sama dengan usia anak para pejabat itu.

Mom Dad GIF by The Boss Baby - Find & Share on GIPHY

Syed Saddiq, misalnya, dibantu oleh Doktor Waitchalla R. R. V. Suppiah sebagai Ketua Setiausaha, yang kira-kira setara Eselon I di Indonesia. Ibu ini punya gelar S2 dari George Washington University dan S3 dari University Putra Malaysia, serta bergabung dengan birokrasi di Malaysia saja tahun 1989. Pada tahun itu, Pak Menterinya yang sekarang bahkan belum lahir.

Syed Saddiq Menteri GIF - SyedSaddiq Syed Saddiq - Descubre ...

Di dalam KRL, saya sering mendengar curhat sesama PNS agak senior tentang kelakuan para PNS muda dari kalangan milenial. Persoalan attitude menjadi faktor utama yang sering dikeluhkan. Ah, jangankan mereka. Saya saja yang sama-sama milenial juga punya keluhan yang serupa tentang attitude sebagian PNS muda, sampai sering berpikir, “Waktu saya PNS baru, apakah saya seburuk ini attitude-nya?”

Apalagi birokrasi ini tidaklah seperti pabrik. Saat saya bekerja di pabrik, ada pembatasan struktur yang jelas antara operator dan staf. Para operator yang notabene lulusan sekolah menengah itu dari awal sudah tahu, bahwa kalau ingin melompat ke level staf ya harus meng-upgrade diri jadi sarjana. Sehingga, mereka sudah sangat paham melihat para supervisornya berganti-ganti dengan usia yang makin lama makin muda dari para operator tersebut.

Pada pekerjaan pertama saya sebagai fresh graduate, orang-orang yang jadi bawahan saya sudah bekerja lebih dari 10 tahun di pabrik tersebut. Akan tetapi, tidak ada resistensi dari mereka, bahkan kepada supervisor lulusan baru yang tidak tahu apa-apa sama sekali—seperti saya.

Saya juga kemudian bekerja di laboratorium riset yang isinya anak muda semua dari asisten peneliti hingga kepala penelitinya. Kala itu, ritme kerjanya memang kencang dan fleksibelnya minta ampun karena ekosistem kerjanya memang penuh kebebasan. Namanya juga riset.

Lab mad scientist GIF - Find on GIFER

Hasilnya juga nyata berupa jurnal hingga produk. Sistematika kerja itu kurang lebih setara dengan yang diterapkan di startup, hingga kemudian banyak orang-orang usia 30-an yang naik panggung jadi CEO.

Sayangnya, sistematika di birokrasi tidaklah semudah dan sefleksibel itu. Saya bersua banyak PNS baru yang dulunya sudah supervisor bahkan manajer di perusahaan swasta, namun begitu masuk birokrasi ya harus kembali ke nol lagi. Di kantor lama dihormati oleh para operator, di kantor baru harus rela antar surat, antar snack, hingga beli galon sekalipun.

Sekarang, mari bayangkan ada orang yang seumuran dengan anak-anak para Eselon I dan II alias juga seumuran dengan CPNS atau PNS level fungsional pertama yang tiba-tiba duduk langsung di kursi tertinggi sebuah institusi. Apakah hal itu akan cukup mudah diterima? Apakah sudah ada kajian keberterimaan elemen birokrasi untuk konteks ini?

Terlebih data BKN menyebut bahwa 67,1 persen PNS berada pada rentang usia 41 hingga 60 tahun, alias proporsi terbanyak. Belum lagi kalau mau mengungkit data yang sempat beredar pas sidang MK bahwa sebagian besar PNS justru tidak mendukung presiden terpilih ketika Pemilu.

Lagipula, di dunia ini baru saja ada contoh bahwa asal muda saja tidak menjadi solusi. Ada nama Sebastian Kurz yang sempat kondang. Tahun 2013, dalam usia 26 tahun, dia jadi Menteri Urusan Luar Negeri. Empat tahun kemudian, Kurz bahkan menjadi Kanselir Austria hingga kemudian sebuah skandal yang terkait dengan korupsi mengemuka dan membuat Kurz harus lengser bulan Mei 2019.

Best Sebastian Kurz GIFs | Gfycat

Pengganti pria 31 tahun itu siapa? Kepala Pengadilan Tinggi Austria, Brigitte Bierlein. Usianya? Bahkan lebih dari usia Kurz dikali dua.

Sebelumnya ada nama Aida Hadzialic, Menteri Menengah Sekolah Atas, Pendidikan Dewasa, dan Pelatihan di Swedia yang diangkat jadi menteri pada tahun 2014. Dua tahun pasca menjabat, Aida mundur karena diketahui menyetir dalam keadaan mabuk. Namanya juga anak muda.

Ide menteri dari kalangan milenial sejatinya adalah hal menarik dan menantang, sehingga butuh sosok personal yang betul-betul muda, matang, dan mumpuni untuk terjun ke dalam birokrasi dengan peran sebagai seorang pemimpin. Ketika justru ada resistensi, tujuan adanya milenial di posisi menteri bisa tidak tercapai.

Pada akhirnya hanya ada satu menteri dari milenial, namanya Nadiem Makarim. Paling muda tapi anggarannya paling besar. Di sisi lain, nama-nama muda justru muncul di Wakil Menteri, seperti di Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Serta tentu saja yang kemudian sama-sama kita ketahui keramaiannya: Staf Khusus Milenial~

Biodata Belva Devara, Staf Khusus Jokowi yang Mundur, Sukses di ...