Sewaktu menulis tentang Markobar–yang sejak masuk Mata Najwa, ramainya makin hore, tapi kemudian mulai disaingi oleh Sang Pisang, saya juga mengutip sedikit perihal sejarah martabak. Nah, dari sejarah yang saya kutip tampak korelasi dengan martabak di Bangka dan Bandung hingga muncul nama martabak San Fransisco.
Maka, ketika kebetulan lewat di daerah Buah Batu, saya dan pacar (iya, tulisan ini adalah draft ketika masih pacaran–sekarang anaknya sudah bisa manjat) mampir ke martabak San Fransisco yang bercampur dengan food court lain. Apa daya, si pacar yang lagi ulang tahun itu sedang nggak pengen martabak yang premium.
Mungkin dia tahu pacarnya hanyalah PNS kere, atau memang kebetulan sedang ingin kembali ke selera asal. Martabak nan sederhana, sebelum coklat premium menyerang. Ketika ditanya pisang keju dan di San Fransisco Buah Batu itu pisang keju nggak ada, maka tujuan berikutnya langsung ditetapkan. Menurut mbak pacar, martabak paling enak di Bandung itu adanya di Andir. Saya yang nggak tahu apa-apa tentang martabak di Bandung langsung melajukan sepeda motor disertai cubitan. Hedeh.
Berlokasi di Jalan Sudirman yang satu arah, menemukan martabak dengan nama lengkap Martabak Nikmat Andir ini bukan hal sulit. Letaknya di kiri jalan dengan papan nama terkini alias neon box yang cukup besar dan mencolok. Jalan satu arah ini cukup ramai dan cukup bikin pusing kalau parkir apalagi di malam minggu. Sepeda motor yang saya pakai digesar-geser sana sini demi kepentingan kapasitas parkir. Tenang saja, persaingan di martabak ini sehat. Yang naik motor dan naik mobil seimbang bin setara. Kaya dan kere sama-sama antre martabak. Maka, selain parameter ekonomi seperti saya jelaskan di posting tentang martabak 65A, martabak juga menjadi simbol kesetaraan. Luar biasa!
Soal tempat, martabak yang satu ini cukup oke, dalam artian tempatnya luas untuk menanti. Disediakan beberapa meja dan kursi agar kita bisa mengantre dengan bahagia tanpa nestapa. Sejauh saya mengantre dengan kurang lebih 10 pesanan di depan, masih bisa dapat duduk dan masih pula ada sisa kursi. Tempatnya jelas jauh lebih besar daripada Martabak 65A maupun martabak anaknya Jokowi, pun dengan martabak Bazinga Benhil yang sekarang sudah tutup itu.

Untuk memesan, kita harus datang ke meja coklat di tengah-tengah ruangan dan kemudian memesan untuk lantas dapat kertas putih berisi nomor antrean. Saya dapat nomor 58, jumlah yang cukup lumayan sedikit dibandingkan nomor yang saya peroleh di Pecenongan. Tapi itu boleh jadi karena saya datang ke Nikmat Andir ini masih cukup sore, baru saja gelap.
Ada dua bapak yang beraksi dalam mekanisme di Nikmat Andir ini. Eh, bukan bapak kali ya, Kokoh. Masing-masing berbagi tugas untuk mengadon dan menuang ke loyang. Berikutnya, kokoh yang kedua mengeksekusi finishing. Kebetulan pas saya beli, hanya ada dua kokoh itu. Sementara kata posting lain ada tiga. Mungkin yang satu lagi lelah. Heuheu. Menilik usia dua kokoh itu kiranya sudah cukup umur dan luar biasa sekali skill mereka dalam mengadon aneka formula yang dijual. Boleh jadi tingkat keenakan Martabak Nikmat Andir ini terkait dengan tangan yang meracik formulanya.

Sebenarnya martabak andalan di Nikmat Andir ini adalah yang mengandung pandan dan memuat jagung. Hampir semua adonan yang saya lihat berisi jagung. Namun karena pacar inginnya pisang keju, maka pesanan kami yang sederhana itu saja. Ngomong-ngomong, orderan mengandung pisang ini nggak sederhana lho. Simpel saja, di San Fransisco Buah Batu, pisang tidak ada. Di Jakarta, saya mau beli Martabak Bandung Modern Percetakan Negara nggak ada pisang. Saya juga mau beli D’Crepes keju-pisang-coklat di Gramedia Matraman tidak tersedia. Jadi menemukan pisang untuk martabak di Nikmat Andir ini ibarat ketemu jodoh.
Soal ukuran dan harga kayaknya sih lebih lebih kecil dan sedikit lebih murah daripada 65A, dan kurang lebih sama dengan Markobar, atau ya 2 kali lipat Martabak Bandung Modern Percetakan Negara. Namun kalau sudah bicara soal rasa, hmmm, saya sepakat sama mbak pacar bahwa Martabak Nikmat Andir ini nikmat sekali. Eneg yang biasa terjadi ketika mengonsumsi martabak sama sekali tiada terasa ketika mengunyah sedikit demi sedikit Martabak Nikmat Andir ini. Belum lagi ditunjang aroma wysman lumer bercampur keju. Seandainya saya beli yang pandan, rasanya pasti lebih dahsyat membahana karena saya memang suka pandan.

Perbedaan dengan martabak lain adalah pada teksturnya, terbilang lebih basah dibandingkan martabak-martabak lainnya, alias tidak terlalu garing. Demikian pula dengan potongan yang tidak terlalu besar, sehingga ketika menyantapnya jadi lebih pas. Adapun kalau kita pengen martabak yang kering dan tipis kayak kerupuk, bisa juga sih beli di Nikmat Andir ini.
Saya selalu tertarik dengan martabak yang punya tingkat keramaian tinggi sejak lama. Artinya dia punya kualitas yang sampai bikin orang rela mengantre hingga durasi puluhan menit hanya untuk menikmati sebuah martabak. Saya sudah buktikan di 65A–walaupun salah pesan, dan kini saya buktikan pula di Martabak Nikmat Andir. Sungguh, rasa martabak ini juara sekali. Rugi jika ke Bandung tapi melewatkan sajian yang satu ini. Lha, wong saya bolak-balik lewat Jalan Sudirman dan baru nyicip kemaren ini, nyesel juga. Kemane aje saya dari kemaren-kemaren. Sekali lagi, sempatkanlah, kak, ke Andir untuk makan martabak, daripada menyesal.