“Yak, selamat siang bapak dan ibu sekalian. Kali ini kita mau rapat tentang pengelolaan keuangan kantin sekolah.” Pak Kepala Sekolah membuka acara rapat.
“Kita perlu panggil Pak Joko, pengelola kantin sekolah?” tanya Pak Wakil Kepala Sekolah Bidang Keuangan.
“Nggak usah. Dia kan sampah,” sebut Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan.
“Baiklah. Jadi sesuai ide dari Pak Wakasek Keuangan, pengelolaan keuangan kantin yang dipegang oleh bawahan Pak Joko yakni Susi akan ditarik dan disentralisasi ke Mila di perpustakaan dalam rangka pengiritan. Bagaimana setuju?”
“Pada prinsipnya setuju Pak,” ujar Wakasek Kesiswaan.
Meeting-pun berjalan dengan hangat.
Keesokan harinya, Pak Joko bertanya, “Pak, ini keuangan kantin nggak ada yang ngurus. Apa benar Susi di-PHK?”
“Iya. Hasil rapat kita kemarin Pak Joko,” jawab Wakasek Keuangan.
“Rapat?”
“Iya, bersama kepala sekolah.”
“Saya nggak diundang?”
“Buat apa Pak? Ada urgensinya?”
Pak Joko hening, ia memilih putar arah kembali ke kantin. Baru sampai kantin, Wakasek Keuangan melepon.
“Halo Pak?”
“Pak Joko. Itu stok air mineral kok saya hitung bisa habis dua tahun. Anda pasti kebanyakan belinya ya?”
“Data darimana Pak?”
“Ya, ini saya ada dapat data. Tentunya terpercaya.”
“Itu untuk kepentingan event cerdas cermat bulan depan Pak. Dan sebagian besar lain untuk Porseni di sekolah kita dua bulan lagi. Saya order dalam rangka perintah dari Pak Kepala Sekolah untuk menekan ongkos kantin.”
“Ah, anda pasti salah hitung.”
“Ya memang begitu Pak.”
“Baik. Saya catat. Tapi tolong besok laporkan dengan baik.”
Pak Joko menutup telepon dengan hening. Ada cara-cara yang signifikan hendak menyingkirkan dia, seorang karyawan biasa di kantin sekolah.
“Kiranya Tuhan menolong saya,” gumam Pak Joko, sambil melanjutkan tugasnya, melayani di kantin.