Sekilas Tentang Bukittinggi (Versi Saya)

Saya yakin sehakulyakinnya kalau sudah banyak ulasan mengenai Bukittinggi. Kalau nggak percaya ya silahkan tanyakan ke Mbah Google atau Om Wikipedia. Tapi sebuah status di FB dari seorang ibu yang dulu pernah tinggal di Bukittinggi dan menyatakan keinginannya melihat Bukittinggi setelah sekian puluh tahun, membuat saya merasa perlu dan ingin berbagi dan bercerita tentang Bukittinggi dalam versi saya. Sejujurnya saya nggak lama-lama amat disana, hanya 14,5 tahun. Itu juga harus dipotong masa-masa saya jadi orok dan belum mengerti dunia. Hahaha..

Sesuai namanya, Bukittinggi, kota indah ini berada di deretan Bukit Barisan, suatu perbukitan yang bisa dikatakan membelah pulau Sumatera. Secara teoritis dikelilingi oleh tiga gunung yakni Merapi (versi lain menyebutnya Marapi), Singgalang, dan satu gunung lagi yang saya kurang tahu pastinya apa, karena ada yang bilang Sago, ada yang bilang Tandikat. Yah pokoknya tiga. Kota ini bisa dibilang kecil, kalau hanya mau mengelilingi kotanya saja, paling banter menghabiskan waktu 15 menit. Itu sudah keliling kota, tentunya dengan kendaraan bermotor. Ya memang kecil, tapi joss.. Akses ke kota ini sebenarnya banyak, namun pada umumnya adalah lewat Padang, karena via udara. Atau kalau via angkutan darat, biasanya memang ambil rute dari Padang Panjang. Dan itu berarti masih pakai jalan Padang juga. Jalan lain sih banyak. Cuma ya tetap harus mendaki. Hahaha…

Pusat kegiatan disini ada di sekitar jam gadang. Disekitar jam gadang ada yang namanya Pasar Atas. Disini tempatnya kalau mau beli sepatu, baju, dan benda-benda yang bisa dikategorikan agak bersihan. Mengapa begitu? Nanti kita lihat lanjutannya. Di sekitar jam gadang juga adalah Plaza, mirip mall, tapi mungil nan mini. Jangan dibandingkan dengan mal-mal di Jakarta yang bikin pusing saking gedenya. Ada juga balai sidang Bung Hatta, yang kalau nggak salah adalah tempat emak saya wisuda (saya nggak ikut.. huhuhuhu…) Dari pasar atas, kita dapat menuju tempat lain bernama pasar bawah. Nah, diantara pasar bawah dan pasar atas ini ada namanya pasar lereng. Hayooo… Ya ibarat gunung lah, dari bagian atas ke bawah mau turun pasti via lereng. Ya begitu kira-kira. Nah kalau yang dijual di Pasar Atas adalah barang yang agak bersihan, maka yang di pasar bawah adanya ikan asin, tomat, beras, dan sejenisnya. Jangan khawatir soal harga, bisa ditawar. Nah, kalau yang atas agak bersihan, dan yang bawah agak kurang bersihan, maka di pasar lereng ada perifer-nya. Mau cari kaset bajakan, emas bajakan, alat-alat plastik murah, majalah bekas, poster, buku tulis, beha, celana dalam, boleh cari disana. Oya, dari pasar atas ke pasar bawah juga bisa via Jenjang Gudang, nanti keluar di dekat penjara lama. Lalu kalau dari pertengahan pasar lereng bisa turun di Jenjang Lereng. Curamnya minta ampun, dan anak tangganya kecil-kecil, so be carefully. Di ujung dari pasar lereng juga ada jenjang yang lebih elit, tapi saya lupa namanya, maaf.. hehehe..

Itu rute saya pulang sekolah. Dari sekolah saya di belakang Gereja Katolik. Jalan kaki ke jam gadang, pasar atas, pasar lereng, turun jenjang gudang, maen PS dulu, lalu beli paregede (pergedel) di bawah jenjang gudang, jalan lagi ke arah pasar bawah dimana ada petak Ikabe disana. Ikabe adalah angkutan umum disana, selain Mersi. Catat ya, namanya Mersi, alias Merapi Singgalang. Tapi ketika disebut lumayan elit to.. hahaha…

Oke, itu tadi sekelumit soal salah satu tempat di Bukittinggi.

Soal jenjang, memang jadi keniscayaan berada di perbukitan, akan ada banyak turun naiknya. Selain jenjang-jenjang diatas, ada jenjang lain di beberapa tempat. Tapi saya punya concern khusus pada tempat bernama jenjang seribu. Saya bisa yakinikan bahwa saya tobat naik jenjang ini. Hohoho.. Jenjang ini ada di salah satu sisi dari Ngarai Sianok yang tersohor itu. Saya juga bisa pastikan bahwa jumlahnya bukan seribu, sepertinya sih lebih, karena tinggi dari ngarai sianok itu puluhan meter. Dan bagaimana caranya kita bisa mendaki dari dasar ngarai ke atas. Capek? Banget euy.. Tapi kalau mau, boleh dicoba. Kalau mau mencapai jenjang ini dari bawah, butuh perjuangan juga sih menyusuri ngarai. Soalnya dari tempat turun Ikabe Ngarai, belum keliatan. Tapi kalau sudah jalan dikit, kelihatan kok. Silahkan dicari, saya tobat.. Hahaha..Ngarai Sianok ini, menurut salah satu sumber yang saya baca dan percaya, adalah satu dari dua ngarai di dunia selain Grand Canyon. Itu dia, entah sumber apa itu, yang membuat saya keukeuh, tidak ada ngarai lain di dunia selain yang dua itu. Hmmmm..

Apalagi ya? Ohya, kalau hotel janganlah dikau khawatir, ada banyak hotel di Bukittinggi yang mahal sampai yang murah. Losmen juga banyak. Nggak usah ragu soal ini.

Pusat perturisan di Bukittinggi ada di Kampung Cina. Saya bukan mau rasis ya, tapi emang namanya itu je. Memang kampung ini dihuni oleh etnis Tionghoa, dan rata-rata sukses, Hehe… Tempatnya dekat dengan jam gadang juga kok. Jalan dikit ke arah bioskop Sovia atau Hotel The Hills, lalu ikuti jalan turunan sampai mentok, sampai deh. Disitu banyak bule, itu identitasnya. Dan banyak café juga. Saya agak sayang, ada café nuansa Bali. Heh? Ngapain disini? Biarkan tiap daerah punya eksistensi sendiri-sendiri.

Untuk tempat hiburan, ada Niagara Plaza di lantai atas pasar atas (nah looo… atas banget kan?). Cuma nggak terlalu nyaman, menuju kesananya, pun parkirnya. Beuhhh.. Yang pasti kalau mau lihat istimewanya Bukittinggi ya ke Panorama dan Lubang Jepang. Itu hanya ada di Bukittinggi wis.. Yakin.. Tapi tetap perhatikan safety, karena kalau jatuh, ya mati. Beneran dah. Tinggi amat coy. Terus kalau main ke Lubang Jepang, jangan lama-lama. Hehehe.. Oksigen disana rebutan, apalagi kalau rame. Jadi begitu naik dan keluar lagi, serasa hidup kembali. Nggak percaya? Coba, dan datanglah ke Bukittinggi. Ada beberapa tempat lagi yang perlu dikunjungi, benteng Fort De Kock, jempatan Limpapeh, kebun binatang Kinantan (kebun binatang yang letaknya diatas, bayangkan distribusi kotoran hewaninya.. hahaha..), pacuan kuda, museum-museum, rumah Bung Hatta, dan lain-lain.

Ingin berkunjung pasti kan? Hahahaha.. Itulah, Bukittinggi, mantappp…

Catatan penulis: semua istilah telah di-Indonesia-kan. Jadi untuk Janjang, tetap saya tulis sebagai Jenjang. Okay.. hehe..

Advertisement

3 thoughts on “Sekilas Tentang Bukittinggi (Versi Saya)”

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.