Keping DVD berhenti berputar. Switch otomatis membawa DVD Player pada posisi off. Layar LCD sudah kembali pada posisi stand by, membutuhkan film lain untuk ditayangkan, dapat diperankan oleh artis yang berbeda asal sama tampannya.
Naya masih tersedu sedan dengan tisunya. Menangis. Ya, menangis. Menonton DVD Korea selalu membawa haru dalam diri Naya. Dan hampir selalu haru diterjemahkan dalam tetesan air mata.
“Kadang-kadang tangis itu perlu Nay, buat ngebersihin mata. Tapi kalau nangis melulu ya bukannya matamu yang bersih. Sama alis-alisnya sekalian mungkin,” kata Lani, yang dengan setia duduk diam di sebelah Naya, “Mau diputerin DVD yang mana lagi?”
“Bentar kali Lan, air mataku belum ngumpul lagi nih,” jawab Naya dengan sesenggukan.
“Kamu nonton DVD Korea cuma buat nangis? Kamu itu memang pengen nangis kan? Film Korea ini cuma buat pemicu biar kamu nggak kelihatan nangis tanpa sebab?” selidik Lani.
“Stopppppp…” tangis Naya kembali meledak, “Huaaaaa…”
Lani tampak merasa bersalah, sepertinya dia terlalu keras dengan temannya yang masih labil ini, “Sorry Nay.. Nggak maksud…”
“Oke..,” Naya berhenti sebentar mencari tisu, “kamu harus paham Lan.”
“Paham apa?”
“Melupakan itu nggak mudah. Apalagi dengan hati terluka.”
“Oke Nay, aku paham. Tapi apa mesti begini terus. Poconggg saja udah menggalakkan gerakan move on, masak kamu masih diam bergalau begini? Kapan majunya kamu Nay?”
“Nggak mudah.. nggak mudah.. ” rapal Naya sambil menggeleng.
“Nggak mudah, tapi kamu harus move on kan Nay…” Lani mencoba agak sabar menghadapi penggalauan teman baiknya sejak sama-sama ngekos ini.
“Mungkin… mungkin.. aku trauma Lan…”
“Hahhhh? Kamu trauma sama cowok?”
“Maybe…”
“Gilaaaa.. Ini namanya menantang ketetapan duniawi. Sebenci-bencinya kamu dengan dia. Seberapapun luka di hati kamu, ya jangan terus trauma sama cowok! Jangan-jangan nanti kamu suka sama aku lagi.. Hiiiiii….”
Dan sebuah bantal dilempar.
“Pokoknya aku kudu jauh-jauh dari kamu kalo begini,” lanjut Lani.
Kali ini guling yang dilempar.
“Ini berbahaya…,” Lani tak berhenti berbicara.
Lemari melayang.
Hening.
“Nay, aku tahu sakit. Mungkin Mario membuat luka di hati kamu. Mungkin juga kamu trauma. Aku tahu Nay. Tapi ada kalanya trauma nggak selalu soal luka. Trauma ini bisa jadi alasan utama kamu untuk move on. Lupakan Mario! Dia udah nyakitin kamu. Biarkan luka kamu ditutup oleh yang lain Nay.”
“I need to move on, Lan?”
“Tentu… Aku nggak mau kamu jadi lesbi. Ngeri aku Nay.”
Kali ini Naya melempar sepeda motor.
“Kamu wanita kuat Nay. Aku yakin kamu pasti bisa. Sip?”
Naya tampak mulai kuat. Air matanya mengering. Entah mengering karena tisu atau memang air matanya sudah habis atau karena proses produksi air matanya dihentikan gara-gara sweeping.
“Sipppp Lan. Aku tahu kamu teman yang paling baekkkk…”
“Nah, gitu baru teman! Asikkk.. Nggak jadi dilesbiin sama Naya.. hahahaha..”
“Itu truk tronton di depan mau tak lempar sekalian, Lan?”
“Ampun.. hehehe.. Okehhh.. Aku pulang dulu ya Nay! Jangan lanjut nonton dulu, nanti banjir ini kamar. Kan aku yang repot kalau kamu minta tolong ngepel. Air mata itu agak lengket-lengket gimana kalau banjir.”
“Nggak segitunya kaleeeee.. Sipp.. thanks ya Lan.”
“You are welcome Nay.”
Lani menutup pintu. Di balik pintu, dia meninggalkan sahabatnya, Naya yang barusan terluka ditinggal pacar.
Lakukanlah sampai engkau puas. Cari saja apa yang hatimu mau. Sampai kapanpun aku slalu mencoba untuk mengerti. Teruskanlah hingga engkau jera. Dustai dan khianati lukai hatiku. Meski lautan air mataku mengering. Kucoba tetap…..
“Ya sayang?” Lani mengangkat handphone-nya. Hanya ada 1 orang dengan ringtone ini.
“Lagi dimana Lani sayang? Jadi nonton?”
“Jadi dong! Nanti ketemuan disana aja ya. Kamu beli tiketnya dulu.. hehe…”
“Oke.. oke.. Sip.. Aku tunggu. Take Care. Love you Lani.”
“Love you too Mario.”