Ada banyak hal yang tidak mudah di dunia ini. Melupakan cinta pertama mungkin salah satunya. Salah lainnya adalah topik tulisan ini: membawa bayi naik pesawat. Walau tidak mudah, jika menggunakan pendekatan yang tepat, keberhasilan akan kita raih kok, wahai bapak-ibu millennial.
Seperti saya kisahkan dalam detail eek-nya Isto di ketinggian 34 ribu kaki di atas permukaan laut, bahwa si bayi itu dalam usianya yang baru 9 bulan sudah 4 kali naik pesawat. Bandingkan dengan Emaknya yang baru naik pesawat pada usia 20 tahun–tapi langsung ke Eropa. Bandingkan pula dengan bapaknya yang baru naik pesawat pada usia 2 tahun lebih. Bayi millenial mah gitu.
Dalam 4 trip itu, syukurlah belum ada masalah berarti. Itu pula sebabnya saya berani bikin tulisan ini, sekadar untuk mengisi blog dan menambah pencitraan sebagai bapak jarang pulang yang sayang anak. Heu. Yok, kita simak 5 tipsnya!
1. Beda Banget Dengan Perjalanan Dinas
Pertama-tama, saya tekankan bahwa bepergian bersama bayi sangat berbeda dengan pergi bersama pejabat Eselon I sekalipun. Kalau sama pejabat Eselon II atau III paling mentok kan membawakan tas. Bayi? Tas, minum, sekaligus badan bayi juga kita bawa. Maka, jangan samakan perjalanan bersama bayi dengan perjalanan dinas. Dijamin beda.
Beda yang pertama adalah JANGAN DATANG MEPET! Isto sudah 3 kali naik Garuda dan kok ya bayi tidak bisa web check in, sehingga kita harus datang lebih awal agar bisa check in. Sesuatu yang nyaris tidak mungkin terjadi jika melakukan perjalanan dinas. Pasti mepet, kan sok sibuk.
Beda yang kedua adalah soal kursi. Kalau sebagai remah-remah roti diinjak sepatu biasanya para pelaku perjalanan dinas memilih duduk di aisle, maka dalam hal membawa bayi sebaiknya duduk di tengah, dengan bayi plus emaknya duduk di sisi jendela. Ingat, pejabat yang kita bawa bahkan belum punya seat. Wong masih bayi.
2. Pergunakan Segala Kemudahan
Nggak usah nggaya kalau bawa bayi, jadi manfaatkan segala kemudahan yang diberikan. Di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta disediakan banyak kemudahan. Mulai dari stroller gratis, angkutan untuk kebutuhan khusus pas di bawah eskalator ruang tunggu–nggak harus ke Gate 15, termasuk juga ruang menyusui merangkap ruang ganti popok, dan area khusus di ruang tunggu. Pakai semuanya!
Termasuk juga urusan antrean, kalau kita bahwa bayi, nyelonong juga boleh asal ngomong terlebih dahulu dengan petugas gate. Bayi adalah prioritas, bahkan lebih dari platinum. Maka jangan heran ketika saya bersama Isto, dalam 2 penerbangan, kami adalah penumpang pertama yang masuk pesawat.
Atau kalau lagi menunggu, manfaatkan juga permainan anak yang biasanya ada di ruang tunggu, karena itu memang disyaratkan oleh regulasi. Lumayan lho untuk bikin bayi lelah dan siap tidur ketika terbang.
3. Buatlah Menjadi Ringkas
Mau bersama pasangan atau sendirian, ringkas menjadi kata kunci. Kalau bersama istri, tentu suami harus jadi porter tanpa tip. Kalau sendiri entah bapak entah ibu, usahakan bawaan hanya 1 saja yang masuk kabin.
Siapkan popok sekali pakai, baju ganti, tisu basah dan kering, snack, susu (jika tidak disusui lagi), dan selimut kalau perlu. Semuanya masih dalam 1 tas dengan akses yang mudah. Maksudnya, susunya jangan ketiban popok atau ada di bagian bawah sekali sehingga sulit dijangkau. Ingat, perintahnya adalah jadikan ringkas.
4. Perlengkapan Bayi
Nah, sebelum berangkat usahakan beli atau sewa penutup telinga. Ini kalau bayi sudah 9 bulan nggak ada gunanya, gan, apalagi kalau bayinya bangun. Tapi namanya juga ikhtiar, karena berguna benar saat take off dan landing. Selain itu, entah bapak-ibu pro-empeng atau tidak, empeng sangat diperlukan. Pertama-tama adalah karena tidak mungkin emak akan memberikan susu sepanjang perjalanan. Sementara, secara anatomis, aktivitas menghisap akan menghindarkan bayi dari telinga yang sakit ketika perubahan tekanan udara.
Kemudian, akan ada perkakas dari pesawat yakni sabuk pengaman bayi dan pelampung. Pelampung simpan di tempat yang baik dan benar. Sedangkan sabuk pengaman harus terikat dengan penggendong bayi. Ini PR-nya, apalagi kalau si bayi bangun. Nikmatilah, bro-sis, salahnya sendiri punya anak. Heu.
5. Banyak Berdoa
Nah, kembali ke kisah Isto pup di atas Lampung, itu adalah bukti doa orang kurang beriman kadang-kadang gagal juga. Harapannya adalah Isto akan bangun ketika landing sebagaimana 3 flight sebelumnya, faktanya tidak. Tidak hanya bangun, malah eek juga. Sokor! Jadi memang orangtua sudah merencanakan sesuatu, tetapi doa menjadi penting agar rencana terwujud dan perjalanan selamat.
Oya, tips 1-5 hanya berlaku untuk penerbangan jarak pendek, yha, karena Isto baru terbang ke Jogja dan ke Padang. Kalau ke Kupang, wong saya saja suka gelisah karena kelamaan, saya juga nggak kebayang kalau bayi bernama Isto yang naik akan bagaimana. Mungkin ada yang mau kasih saran? Boleh lho di kolom komentar.
Ciao!
Boleh juga nih tipsnya, tahun depan mau bawa baby flight ah (hehee keluar aja belum)…
LikeLiked by 1 person