Sudah tiga bulan saya menjelma. Tadinya pemotor yang saban pagi menembus jalan Gatot Subroto, Saharjo, hingga perempatan Matraman, plus baliknya meresapi setiap jengkal Jalan Sudirman hingga gang-gang selebar motor di belakangnya. Kini saya adalah commuter sejati, yang bangun pukul 4 lewat dan pastinya belum ketemu matahari. Pulangnya? Sama juga, nggak ketemu matahari. Saya jadi penasaran bagaimanakah wujud matahari di Tangerang Selatan?
Awalnya, saya berangkat dari rumah pukul 5 pagi. Sumpeh, pagi bener. Yang dikejar adalah Trans Bintaro untuk istri saya. Lama-lama, lelah juga, coy. Mulai berangkat 5 lewat 10, lewat 20.
Nah, di hari Senin, dengan jadwal perdana, 3 April 2017–yang merupakan ulang tahun mantan–saya kebetulan harus menangani atap rumah yang bocor terlebih dahulu. Jadilah saya berangkat dari rumah pukul 6. Baru kali itu saya berangkat dalam naungan sinar mentari meski masih lamat-lamat sekali. Karena sudah ngeh akan terlambat, maka saya memutuskan turun di Palmerah untuk kemudian menyambung perjalanan dengan ojek online.
Saat sedang menanti ojek online, tetiba Dhila, teman kantor satu rute, bilang di grup bahwa dirinya belum terangkut oleh KRL dari Stasiun Tanah Abang ke Stasiun Kramat. Ujung-ujungnya, saya tiba terlebih dahulu dibandingkan dia. Padahal, saya berangkat dari rumah lebih belakangan.
Begitulah, sebagai commuter, sayalah yang harus menyesuaikan perjalanan. Untuk itu, akhirnya saya membuat resume dampak perubahan dan pengatasannya. Ya, siapa tahu berfaedah bagi sesama commuter. Kalaupun tidak berfaedah, lumayan buat tambah-tambah postingan.
1. Lebih Banyak Kereta, Karena Ada Kereta Rangkasbitung
Dari Jurangmangu, boleh dibilang tidak ada masalah berarti. Malahan, ada tambahan perjalanan. Ya, rute yang dulu adalah Kereta Ekonomi Rangkasbitung kini lenyap dan digantikan KRL Commuter Line juga. Jadi, kini di Rawabuntu, Sudimara, dan sepanjang relnya ada kereta per 10 menit dengan sumber keberangkatan yang berbeda-beda. Ya, kini yang isinya maksimal itu tidak lagi dari Maja, tetapi dari Rangkas.
2. Perjalanan ke Angke Kembali Dibuka
Dahulu, Angke hanyalah sebuah tempat yang dilewati antara Duri dan Kampung Bandan. Kini, Angke justru menjadi andalan. Pengurangan slot di Duri memang menjadikan Angke sebagai tempat yang penting. KRL yang tadinya hanya sampai Duri, kini diperpanjang satu dan berakhir di Angke. Maka, pengguna di sekitar Angke kini tidak perlu lagi turun di Duri atau Kampung Bandan, bisa langsung di Angke-nya.
3. Ada Rute Bekasi-Jakarta Kota Lewat Kramat, Pasar Senen, dan Sekitarnya
Ini baru dengar di stasiun. Saya sendiri belum mencoba. Namun kabarnya, untuk mengurangi beban Manggarai yang luar biasa besar itu akan ada rute Bekasi ke Jakarta Kota via jalur satunya, alias tidak Cikini, Gondangdia, dan jalur relnya, melainkan dari Jatinegara bablas ke Pondok Jati, Kramat, hingga Kampung Bandan dan kemudian ke Jakarta Kota. Ini pilihan menarik bagi kalangan Bekasi yang berkantor di sekitar Senen, yang biasanya turun di Cikini atau Gondangdia atau bahkan Manggarai dan lantas lanjut bajaj atau ojek, kini bisa irit.
4. Tidak Ada Lagi Tidur Pengganti
Nah, inilah masalah besar saya dengan perubahan rute ini. Biasanya, saya akan naik KRL Bogor atau Depok ke Jatinegara via Kampung Bandan pukul 7 kurang. Jadi, bangun pagi banget saya gantikan dengan tidur sepanjang rute itu. Nyatanya, saking pengen tidurnya, saya yang mestinya turun di Kramat pernah baru terjaga di Jatinegara, dan ketika pakai KRL kembali masih tidak terlambat sama sekali. Kenapa bisa tidur? Tentu saja karena keretanya terbilang sepi. Biasanya, sejak Duri atau maksimal sejak Kampung Bandan, saya sudah dapat kursi dan lumayan bisa bobok. Sekarang, dengan pengurangan tersebut, saya jadinya berdiri beramai-ramai di Tanah Abang sembari menanti KRL tujuan Jatinegara yang tidak lagi sesepi biasanya. Saya hanya bisa dapat tidur pengganti kalau KRL tujuan Jatinegara terlambat sehingga pas saya turun di jalur 5 atau 6, masih sempat berperang sembari berteriak, “This is Tanah Abang!” untuk terbang ke jalur 2 atau 3.
5. Harus Siap-Siap Cost Tambahan
Terkait jadwal yang berkurang itu tadi, maka saya kudu alternatif naik ojek dari Palmerah, atau naik KRL di jalur 3 yang ramai banget itu untuk berhenti di Manggarai dan naik ojek online lagi. Apapun, saya kudu siap-siap ongkos plus untuk bisa sampai di kantor dengan baik dan benar.
6. Tiada Lagi Lari-Lari Mengejar Kereta Parung Panjang di Manggarai
Saya termasuk yang selalu tenggo 16.30 agar 16.50 bisa sampai di Manggarai untuk memperoleh KRL tujuan Parung Panjang. Satu-satunya yang langsung. Untuk itu, sudah biasa bagi saya berlari-lari di underpass Manggarai yang penuh tambalan itu hingga bisa masuk di KRL Manggarai-Tanah Abang dan nggak usah pindah jalur karena keretanya masih di jalur 5 atau 6. Kini, kereta yang itu berubah jadi Manggarai-Rangkasbitung yang berangkat 15.55 alias 1 jam lebih awal. Jadi, kebiasaan saya tenggo demi mengejar kereta itu sudah tiada. Bhay!
Saya yakin dan percaya bahwa jadwal baru itu adalah untuk kepentingan penumpang juga. Termasuk kepentingan penumpang kereta bandara nantinya. Yah, semoga baik-baik dan selalu membaik, yha.
hahaha kebayang THIS IS TANAH ABANG sambil menerjang ratusan manusia di tangga
LikeLike
Kalau kata Dita, this is Cikini apa this is Gondangdia? Heuheu.
LikeLike