Tag Archives: kerupuk

Biskuit Menyala Ketika Dibakar? Mari Sayangi Otak Kita!

3D X-Ray of head with gears in brain

“Learning without thought is labor lost;
thought without learning is perilous.”
-Confucius

Terlepas dari pernyataan di atas dikeluarkan oleh orang dari Tiongkok sana dan merupakan leluhur dari salah satu mantan saya, tapi muatan dari rangkaian kata-kata yang mengawali tulisan ini adalah benar. Belajar tanpa berpikir, itu sama saja dengan buang-buang tenaga. Namun penekanan saya kali ini lebih kepada kalimat kedua: sekadar berpikir tanpa belajar itu bahaya, broh.

Jadi beberapa hari ini saya menyaksikan video viral, di-share oleh puluhan ribu manusia. Namanya manusia, punya otak, tentu saja bisa berpikir. Video viral itu adalah soal makanan sejenis biskuit yang syukurlah bisa terbakar, sehingga syukurlah videonya bisa viral, dan syukurlah jadi pada terkenal, dan syukurlah kita jadi tahu mana teman Facebook kita yang belajar dan berpikir, belajar tanpa berpikir, hingga berpikir tanpa belajar. Disyukuri saja, kak.

Saya tentu saja ogah ikutan nge-share video macam itu, tapi biar jelas saya nge-share screenshoot-nya saja, ya. Sudah menjadi visi misi ariesadhar.com untuk memberi pencerahan pada masyarakat selain dengan konsisten menyebarluaskan kegalauan dan kegamangan tentang jomblo menahun maupun LDR berkelanjutan. Hal itu tetap saya lakukan walaupun buku OOM ALFA kurang laku. Untuk itu, beli dong bukunya disini, ya?

Bakar

Baca komen-komen di video, saya sungguh trenyuh. Ternyata selain populasi jomblo yang besar, populasi orang-orang yang kurang paham tentang muatan video tersebut juga besar. Ya pantas saja keder sama MEA. Padahal kalau kita sadar, dibandingkan keder sama MEA, lebih baik kita keder sama MERTUA!

Selengkapnya!

Foto Dalam Dompet

“Tidak ada gadis semisterius ini,” gumam Yama.

Sebuah gumam putus asa, setelah puluhan pesan singkat tak berbalas, dan beberapa pesan singkat yang berbalas, ditambah belasan kali nguping, semuanya bermuara pada satu jawaban: belum ada jawabannya.

Yama masih dalam proses mendekati cewek secara baik dan benar. Yama masih ingat betul setahun silam kena batunya. SMS-an sama nomor si cewek gebetan, eh ternyata yang membalas SMS itu adalah pacarnya si gebetan. Sebuah trauma yang diakhiri private message di Facebook. Panjang lebar, antar pria.

Sejak itu, Yama merasa bahwa mendekati cewek harus didahului oleh prosedur utama: pastikan kalau dia single. Bahkan cewek yang lagi rapuh juga tidak masuk kategori Yama.

Dan sekarang gadis idaman itu sudah ditemukan, persis di hadapannya sekarang. Masalahnya cuma 1, Yama nggak ngerti apakah Ninda masih single atau sudah double. Sepele sebenarnya. Dan berbagai taktik sudah dikeluarkan, berhasil pada cewek lain, tapi tidak pada yang satu ini.

Metode pertama, sindir-sindir mlipir. “Malam minggu nggak keluar?” atau “Nggak ada yang ngajak makan bareng?” adalah jenisnya. Jawaban Ninda? “Aku kan di rumah…”

Metode kedua, rekonfirmasi. “Nggak ada yang marah kan kalau aku SMS kamu?”. Jawaban Ninda kemudian, “Ngapain marah, semua temen juga SMS aku.”

Metode ketiga, ngintip-ngintip bintitan. Nongkrong di warung dekat rumah Ninda selama berjam-jam di malam minggu. Sesekali melihat ada cowok mampir memang, tapi nggak jelas itu ngapelin Ninda atau pembantunya. Soalnya kata Ninda, dia punya pembantu yang cantik dengan usia ABG. Metode ini diulang beberapa malam minggu sebelum muncul pengumuman di warung, “Nongkrong lebih dari 15 menit harus beli makan.”

Yama keder, karena selama ini, untuk 3 jam operasi, dia hanya membeli kerupuk. Gopekan.

Metode terakhir yang belum Yama coba adalah bukti fisik. Biasanya cewek akan menyimpan foto pacarnya secara terang benderang di dompet.

“Dompetnya! Itu dia!” Yama tampak seperti Archimedes ketika menemukan teori. Hampir saja dia berkeliling kampung dan berteriak, “Eureka.. Eureka..”. Untung saja kemudian di ingat kalau ide itu diperoleh jam 3 pagi, dan anjing-anjing galak di kompleks sedang diperkenankan untuk berkeliaran.

Sebuah pertemuan yang diatur agar tidak sengaja kelihatannya, diatur oleh Yama. Di kantin kampus, Yama pura-pura baru ada di kantin ketika Ninda nongol. Padahal Yama sudah di kantin dari subuh, dan Ninda datang ke kantin jam 2 siang.

“Hai, Nin.”

“Hai.. Nggak kuliah?”

“Lagi males aja. Hehehe.. Kamu nggak kuliah?”

“Lagi habis praktikum aja. Laper. Mau makan apa Yama?” tanya Ninda, dengan suaranya yang manis dan mengandung obat penenang karena Yama nyaris pingsan mendengarnya.

“Ngikut kamu aja,” jawab Yama malu-malu.

Yama mengikuti Ninda dari mengambil makanan, sampai ke kasir kantin. Ketika Ninda mengeluarkan dompet, Yama bergumam lagi, “Ini dia!”

Ninda membuka dompet, tampak sebuah foto disana, sosok dengan jumper coklat, dan kupluk terpasang di kepala.

Yama sudah merasa bahwa atap kantin tiba-tiba runtuh menimpanya.

“Yama?”

“Ya?”

“Katanya mau makan?”

“Ehmm.. Nggak jadi. Tiba-tiba sakit perut. Duluan ya…” Yama bergegas hendak meledak.

Ninda masing geleng-geleng kepala sambil membawa makanannya ke meja. Sejurus kemudian, Lia datang sambil berteriak, “Niiinnnnn… Jumper coklatmu nih.. Ketinggalan di lab…”

Ninda menoleh lalu beraksi ala orang lupa di tivi-tivi, memukul ringan jidatnya dengan telapak tangan.

“Iyaaaa Li… Sorry lupaa.. hehehe.. Ketinggalan di mana?”

“Di rak lah. Dimana lagi? Mana ini jumper ada namanya terbordir dengan jelas. NINDA.”

“Hoooo.. sip-sip.. Thanks ya Li.”

“Sama-sama, Nin.”

Dan Nindapun melanjutkan makan siangnya, dengan jumper coklat kesayangannya. Jumper kelas waktu SMA. Jumper yang sama dengan yang dia kenakan di foto yang terpasang pada dompetnya.

🙂

-24 Januari 2012-

*edisi ngedit dari cerpen ini dimuat di buku Radio Galau FM Fans Stories.. hehehe.. Dengan ending yang berbeda..