Penjaga Gawang

Apa yang anda pikir ketika melihat ini:

Kalau buat saya, gawang ini berarti sebuah kepercayaan dan usaha untuk membayar kepercayaan yang telah diberikan. Terlalu berlebihan? Tidak juga.

Apa makna bahwa gawang ini kepercayaan? Jelas sekali, peraturan di olahraga sepakbola menyebutkan bahwa ada 1 orang yang boleh menjaga gawang dari kebobolan. Apa pula makna kebobolan? Sederhana sekali, hasrat dasar manusia adalah kemenangan. Kemenangan terjadi, setidaknya, harus dimulai dari kenyataan bahwa sang penjaga gawang alias kiper tidak mudah ditembus.

Dari 11 orang yang bertarung, hanya 1 yang diberi peran menjaga gawang. Ia diberi kepercayaan, diberi hak khusus, boleh memegang bola. Kepercayaan itu yang harus dibalas dengan penampilan, sederhana saja, tidak kebobolan.

Posisi ini sungguh menarik. Dalam satu tim sepakbola misalnya, setidaknya akan ada 20-an pemain, dan hanya 3-4 orang saja yang menjadi kiper. Namun, bersaing untuk 3-4 itu juga tidak sesimpel yang dikira. Sang kiper yang sudah mendapat kepercayaan dari tim, akan selalu ada di bawah mistar, sampai semampunya.

Kiper juga rata-rata diberi nomor punggung 1. Nomor pertama dalam sistem penomoran yang diakui sepakbola. Apalagi kurangnya?

Cuma ya itu, tanggung jawab yang diberikan harus dibalas dengan penampilan. Jatuh itu pasti untuk kiper. Terbang itu kemungkinan besar. Kontak antara kepala dengan dengkul orang peluangnya 50-50.

Dan yang pasti, satu prinsip yang harus dianut oleh para penjaga gawang.

bukan soal sebanyak atau seindah apapun penyelamatan yang kamu lakukan, tapi soal berapa banyak gol yang bersarang di gawangmu

Quote di atas sifatnya mutlak.

Yah, seringkali penjaga gawang sudah tampil semaksimal mungkin, namun ketika lawan lebih kuat selalu ada peluang untuk mencetak gol. Maka, sebanyak apapun penyelamatan, itu tidak masuk angka skor. Memang bisa dibalas dengan argumen, “kalau tidak diselamatkan, maka gol akan menjadi sekian” dan memang hanya itu saja. Angka yang tercatat sampai akhir hayat adalah berapa skor akhir pertandingan tersebut. Itulah mengapa posisi ini identik dengan usaha membayar kepercayaan.

Oya, ada hal lain terkait kepercayaan ini.

Ketika kepercayaan itu sedikit ternodai, maka selalu ada kepercayaan berikutnya. Kok jadi rumit ya?

Begini. Suatu kali saya menjaga gawang, dan berhasil menyelamatkan satu tendangan keras. Di lain waktu dalam pertandingan yang sama, pemain yang sama melepaskan tendangan yang lebih pelan, namun bola berputar dan perlahan masuk ke gawang meski sempat ditepis. Ini blunder. Jelas sekali.

Tapi apa yang dilakukan teman-teman saya, mereka maju ke titik tengah dengan tetap memberikan jempolnya pada saya.

Tidak cuma saya yang baru hitungan jari jadi kiper, coba lihat saja kiper-kiper yang melakukan blunder. Seketika setelah blunder terjadi, rekan-rekan akan datang menghampiri dan memberikan penguatan.  Itu yang saya maksud dengan kepercayaan berikutnya. Itulah kadang saya kurang setuju dengan pergantian kiper karena performa.

Yah, posisi apapun selama itu di tim sepakbola, selalu punya makna. Saya membahas posisi ini semata karena keunikan dan ke-spesial-annya. Itu saja. Tiada tendensi lain.

Hujan mulai deras ketika malam semakin larut, saatnya kembali ke peraduan, agar kembali segar kala mengawal gawang dari terjangan masalah di esok hari. Semangat!!!

Dan kembali ini soal passion..

Rene Suhardono menulis buku yang sangat menyentuh nurani saya, terlihatnya buku itu tepat ketika saya berada dalam kegalauan berkarier. Dan bagian terpenting dari buku itu adalah kalimat “Passion is not what you are good at. It’s what you enjoy the most.” Dan satu bagian terbaik adalah perbedaan antara Career dan Job, bahwa Job adalah bagian dari Career. Yap, pekerjaan hanyalah bagian dari untaian karir kita, tentunya dengan aspek bahwa ‘seharusnya’ ada kaitan signifikan antara karir dan passion. Kenapa? Karena hanya dengan keberadaan passion-lah, manusia dapat menentukan dan menjalankan karir-nya. Mengutip blog seorang teman, bahwa passion adalah juga a strong of affection or enthusiasm for an object.

Yap, sejatinya memang tidak akan ada sesuatu yang dahsyat yang akan tercapai tanpa antusiasme.

Nah, celakanya, saya sendiri masih kurang paham passion saya dimana. Maksudnya bukan benar-benar tidak paham, tapi belum sepenuhnya paham.

Ada jalur-jalur yang saya rasa menjadi kunci mengapa perjalanan membawa saya pada kondisi yang sekarang ini. Mulai saat memilih masuk IPA di SMA, mulai saat memilih fakultas di perkuliahan, sampai saat saya memilih untuk bekerja di bidang tertentu. Jalur-jalur itu menentukan. Pada saat itu, saya belok mengikuti satu arah tertentu, yang membawa kemari. Ibarat kata jalan ke luar kota, pasti ada percabangan, dan cabang-cabang jalanan itu akan menuju ke tempat yang berlainan pula.

Saya memang belum sepenuhnya paham. Namun saya masih paham bahwa antusiasme saya pada sebuah pengembangan adalah besar. Bagi saya, turut terlibat membangun suatu sistem adalah kegairahan tersendiri. Terlibat aktif ketika ada pengembangan baru, ada sistem baru, dan menjadi bagian penting dari sistem itu sebenarnya cukup menarik. Dan jangan lupa, berkembang dalam membangun selalu punya tantangan tersendiri.

Berkembang dalam membangun tentunya beda dengan berkembang dalam sesuatu yang sudah eksis. Berkembang dalam membangun memberikan kesempatan kepada kita untuk menunjukkan diri, menujukkan kemampuan.

Satu kelemahan dari antusiasme ini. Ketika kondisi sudah menjadi statis dan eksis, maka antusiasme perlahan akan berkurang. Atau yang kedua, kondisi tidak sepenuhnya berhasil dan mempengaruhi banyak aspek, tekanan meningkat, dan antusiasme menurun.

Mengapa?

Ini tentunya beda dengan antusiasme pada perkembangan yang baru. Kita akan selalu antusias melakukan eksplorasi sampai pada titik dan deadline yang ditetapkan. Kita akan terpacu untuk berbuat yang terbaik dalam menaklukkan kondisi yang baru berkembang itu. Agar apa? Agar kita jadi penguasanya.

Sayangnya, ketika kondisi perubahan itu berjalan dan terkadang ada cacat-cacat dalam perjalanannya, sehingga mempengaruhi sisi teknis dari suatu pekerjaan, disitulah antusiasme menurun. Pada titik itu, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa kita belum sepenuhnya menaklukkannya.

Ketika kondisi sudah sepenuhnya baik, kita akan sangat kehilangan antusiasme karena memang tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Dan satu-satunya cara adalah mencari tantangan baru.

Sebenarnya saya hanya ingin berbagi soal itu saja sih. Mengingat saya masih harus mencerna banyak hal agar mengerti sepenuhnya soal passion saya, maka sebatas itu dulu wacana-nya. Hehe..

Semangat!!