Category Archives: Hanya Mau Menulis

Seperti judulnya, it’s just a script..

Mendapatkan Sertifikasi CRPP: Strategi dan Persiapan Terbaik

Memulai perjalanan untuk meraih sertifikasi Certified Risk Professional for Public Sector (CRPP) adalah sebuah keputusan strategis yang penuh harapan dan potensi. Sertifikasi ini bukan hanya sekadar menambah gelar profesional, tetapi juga merupakan bukti nyata komitmen kita terhadap tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan meraih sertifikasi ini, kita menempatkan diri sebagai profesional yang tangguh dan siap menavigasi kompleksitas risiko dalam pelayanan publik. Bagian ini akan menguraikan kerangka sertifikasi CRPP, dari tujuan strategis yang inspiratif, persyaratan yang dapat dicapai, hingga pemahaman mendalam tentang lembaga yang menaunginya, semua untuk memberikan fondasi yang kokoh dan penuh semangat sebelum kita melangkah ke persiapan teknis.

Memahami CRPP

Sertifikasi CRPP merupakan program sertifikasi manajemen risiko yang dirancang khusus untuk para pejabat sektor publik di tingkat pelaksana dan menengah. Sertifikasi ini lebih dari sekadar program pelatihan dan merupakan pengakuan kompetensi nasional yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Manajemen Risiko (LSPMR), sebuah institusi yang telah memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Keberadaan lisensi BNSP menegaskan bahwa standar kompetensi, materi uji, dan proses asesmen CRPP telah sepenuhnya selaras dengan kerangka kualifikasi nasional yang diakui oleh negara.

Struktur sertifikasi yang progresif mencakup jenjang seperti Certified Risk Officer in Public Sector (CROP) di Level 2 dan CRPP di Level 3, yang menunjukkan adanya jalur pengembangan karier yang jelas dan terencana bagi profesional manajemen risiko di sektor publik.

Memiliki sertifikasi CRPP tidak hanya memberikan dampak profesional yang signifikan tetapi juga mengangkat derajat individu di dunia kerja, melalui bukti kompetensi sahih. Sertifikasi ini adalah simbol akurat bahwa seorang profesional memiliki pemahaman yang mendalam dan keterampilan yang relevan untuk menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam konteks pemerintahan.

Sertifikasi CRPP seharusnya dipandang sebagai alat yang mendukung reformasi birokrasi. Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), telah mengamanatkan penerapan manajemen risiko dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Unsur penting dalam SPIP adalah “Penilaian Risiko”. Untuk melaksanakan amanat ini secara efektif, diperlukan sumber daya manusia dengan kompetensi yang terukur dan terstandarisasi. Sertifikasi CRPP yang diselenggarakan oleh lembaga berlisensi BNSP menyediakan verifikasi kompetensi tersebut. Pemegang sertifikat CRPP tidak hanya tersertifikasi, tetapi juga berperan sebagai agen perubahan dalam mendukung misi pemerintah untuk menciptakan birokrasi yang lebih akuntabel, transparan, dan efektif. Pemahaman ini mengubah perspektif kandidat dari sekadar “peserta ujian” menjadi “calon pemimpin dalam reformasi tata kelola,” sebuah pola pikir yang akan dinilai oleh asesor.

Daftar Periksa Kelayakan

Sebelum dapat mengikuti asesmen, setiap calon peserta perlu memenuhi serangkaian prasyarat yang telah ditetapkan. Persyaratan ini berfungsi sebagai filter awal untuk memastikan bahwa setiap kandidat memiliki fondasi akademis dan pengalaman praktis yang memadai.

Persyaratan utama yang harus dipenuhi meliputi:

  • Pendidikan Formal: Kandidat harus memiliki ijazah minimal Diploma 4 (D-4) atau Sarjana Terapan, atau Strata 1 (S-1) dari semua jurusan. Pemegang ijazah D-3 dapat diterima dengan syarat tambahan harus memiliki sertifikat ANAMROP.
  • Pengalaman Kerja: Diperlukan pengalaman minimal 6 bulan di sektor publik pada Jabatan Fungsional Keahlian (Ahli Muda), Keterampilan (Penyelia), atau Pimpinan Tinggi (Pimpinan Tinggi Pratama).
  • Pelatihan Wajib: Kandidat harus melampirkan sertifikat pelatihan CRPP atau AMROP. Ini adalah prasyarat mutlak.
  • Kelengkapan Administratif: Calon peserta harus menyerahkan dokumen dalam format digital (softcopy): KTP untuk WNI atau Paspor untuk WNA, ijazah pendidikan terakhir, Surat Keterangan Kerja atau Surat Keputusan Pengangkatan, dan pas foto 3×4 dengan latar belakang merah.

Persyaratan untuk mengikuti pelatihan wajib merupakan sinyal penting yang tidak dapat diabaikan. Lembaga sertifikasi seperti LSPMR sering kali berkolaborasi dengan penyedia pelatihan terakreditasi, contohnya RAP Learning Center, untuk memastikan bahwa seluruh kandidat memperoleh landasan pengetahuan yang seragam sebelum menghadapi ujian.

Hal ini mengindikasikan bahwa kurikulum, materi, studi kasus, dan fokus yang diberikan selama pelatihan tersebut pada dasarnya merupakan silabus resmi untuk ujian sertifikasi. Mengabaikan atau mengikuti pelatihan ini hanya secara pasif adalah kesalahan yang sangat krusial. Partisipasi aktif, termasuk mengajukan pertanyaan yang mendalam kepada instruktur dan membentuk kelompok belajar dengan rekan-rekan peserta selama periode pelatihan, adalah strategi fundamental untuk mencapai kesuksesan.

Lembaga Sertifikasi: Memahami Standar LSPMR dan BNSP

Proses sertifikasi CRPP diadakan oleh LSPMR, lembaga yang berlisensi BNSP. Memahami hubungan ini penting untuk menghargai objektivitas proses asesmen. BNSP adalah otoritas yang memastikan semua program sertifikasi profesi di Indonesia memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan, yaitu SKKNI.

Implikasinya bagi calon peserta adalah bahwa ujian CRPP bukanlah sekadar tes internal yang dibuat oleh satu lembaga. Ujian ini dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi berdasarkan kerangka kerja nasional yang terstruktur, berbasis bukti, dan objektif. Metode asesmen yang digunakan—mulai dari ujian tulis, verifikasi portofolio, hingga wawancara—merupakan praktik standar dalam ekosistem sertifikasi BNSP. Oleh karena itu, persiapan harus dilakukan dengan asumsi bahwa setiap klaim kompetensi harus dapat dibuktikan secara konkret dan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan asesor profesional yang terlatih.

Menguasai Area-Area Kompetensi Inti

Keberhasilan dalam asesmen CRPP bergantung pada penguasaan yang mendalam terhadap serangkaian area kompetensi yang telah dirancang khusus untuk mencerminkan tantangan dan realitas manajemen risiko di sektor publik. Area-area ini bukan sekadar daftar topik yang harus dihafal, melainkan sebuah kerangka kerja konseptual yang saling terkait. Bagian ini akan membedah setiap area kompetensi, menjelaskan signifikansinya, dan menunjukkan bagaimana semuanya membentuk sebuah narasi yang kohesif tentang tata kelola publik modern.

Hubungan Strategis: Manajemen Risiko Terpadu dan Tata Kelola Publik

Area kompetensi yang paling dasar adalah “Manajemen Risiko Terpadu dan Public Governance“. Kompetensi ini menjadikan manajemen risiko sebagai pilar strategis dalam tata kelola pemerintahan yang baik, bukan hanya fungsi teknis. Asesor akan menguji kemampuan kandidat untuk berpikir lebih jauh dari sekadar membuat daftar risiko (risk register). Fokus utamanya adalah bagaimana manajemen risiko membantu mencapai tujuan organisasi pemerintah, serta meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kepercayaan publik.

Seorang kandidat yang baik harus dapat menjelaskan hubungan sebab-akibat. Misalnya, mereka perlu menunjukkan bagaimana mengidentifikasi dan mengurangi risiko dalam pengadaan barang dan jasa tidak hanya menghindari kerugian finansial, tetapi juga memperkuat persaingan yang sehat, memastikan kualitas layanan publik, dan menjaga integritas institusi di mata masyarakat. Kemampuan ini mencerminkan visi dan pemahaman strategis calon profesional risiko.

Proses, Teknik, dan Anggaran Berbasis Risiko

Jika tata kelola publik adalah kerangka strategis, maka “Proses dan Teknik Manajemen Risiko” adalah mesinnya. Dua area kompetensi ini mencakup penguasaan teknis terhadap siklus manajemen risiko, yang biasanya terdiri dari:

  1. Penetapan Konteks: Memahami lingkungan internal dan eksternal organisasi.
  2. Identifikasi Risiko: Menemukan, mengenali, dan mendeskripsikan risiko.
  3. Analisis Risiko: Memahami sifat risiko dan menentukan tingkatannya.
  4. Evaluasi Risiko: Membandingkan hasil analisis dengan kriteria risiko untuk menentukan signifikansi.
  5. Perlakuan Risiko: Memilih dan menerapkan opsi untuk mengatasi risiko.

Salah satu aplikasi penting dari proses ini di sektor publik adalah “Perencanaan Anggaran Berbasis Risiko” (Risk-Based Budgeting). Ini adalah bidang spesifik di mana kandidat harus menunjukkan kemampuan untuk mengalokasikan sumber daya publik yang terbatas. Alih-alih penganggaran inkremental atau historis, pendekatan berbasis risiko memprioritaskan alokasi dana untuk mengurangi risiko yang paling signifikan terhadap pencapaian tujuan strategis dan pelayanan publik. Penguasaan area ini menunjukkan kemampuan kandidat untuk mengubah analisis risiko menjadi keputusan alokasi sumber daya yang tepat.

Domain Khusus Sektor Publik

Sertifikasi CRPP secara tegas membedakan dirinya dari sertifikasi manajemen risiko generik dengan memasukkan area-area kompetensi yang secara unik relevan dengan operasional pemerintah. Penguasaan domain-domain ini menunjukkan bahwa kandidat tidak hanya memahami teori risiko, tetapi juga mampu menerapkannya dalam konteks regulasi dan tantangan spesifik sektor publik Indonesia.

Domain-domain khusus tersebut meliputi Pengelolaan Risiko Pengadaan Barang sebagai area penting karena dana publik yang besar digunakan dalam pengadaan. Kompetensi ini diuji menurut standar nasional. Kemudian terdapat Manajemen Kesinambungan Pelayanan Publik dan Manajemen Bencana yang berfokus pada perencanaan untuk memastikan fungsi-fungsi esensial pemerintah tetap berjalan selama gangguan besar, seperti bencana alam dan krisis kesehatan. Jika di RAP, kelas ini gabung dengan CRMP. Lalu ada pula Pengelolaan Risiko Kecurangan dan tentu saja SPIP.

Semua area kompetensi ini membentuk narasi tentang administrasi publik modern, dimulai dari tata kelola publik yang baik (Public Governance) dan sistem Manajemen Risiko Terpadu. Sistem ini diterapkan melalui prosedur dan teknik baku pada fungsi-fungsi vital pemerintah: mengalokasikan uang (Anggaran Berbasis Risiko), membelanjakan uang (Risiko Pengadaan), dan melindungi uang dari penyalahgunaan (Risiko Kecurangan). Tujuan utamanya adalah memastikan pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan (Kesinambungan Pelayanan Publik). Kandidat yang bisa menghubungkan cerita ini akan menunjukkan pemahaman yang jauh lebih baik daripada mereka yang membahas setiap topik secara terpisah.

Penggunaan kata “Terpadu” atau “Terintegrasi” dalam deskripsi kompetensi 1 menunjukkan harapan asesor untuk pergeseran dari manajemen risiko yang terkotak-kotak ke pemahaman yang lebih luas. Sertifikasi ini menginginkan profesional yang dapat menghubungkan risiko kecurangan dalam proyek pengadaan dengan risiko finansial, operasional, dan reputasi. Kemampuan untuk mengidentifikasi keterkaitan ini adalah ciri khas seorang Risk Professional yang kompeten.

Membangun Pilar Pengetahuan Fundamental

Untuk menguasai kompetensi CRPP, kandidat harus memahami dua pilar penting: regulasi nasional yang wajib dan standar internasional yang dikenal luas. Pilar-pilar ini meliputi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sesuai PP No. 60 Tahun 2008 dan pedoman manajemen risiko ISO 31000:2018. Penguasaan harus mencakup pemahaman dan kemampuan untuk mengintegrasikan keduanya dalam praktik di sektor publik.

Amanat Regulasi: Analisis Komprehensif SPIP

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 adalah dasar hukum yang mewajibkan semua instansi pemerintah untuk menerapkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Bagi calon CRPP, SPIP adalah kewajiban yang harus dipatuhi. Tujuan utama SPIP adalah untuk memastikan efektivitas dan efisiensi kegiatan, keandalan laporan keuangan, keamanan aset negara, serta kepatuhan terhadap peraturan.

Inti dari PP No. 60 Tahun 2008 adalah lima unsur SPIP yang harus diimplementasikan secara terintegrasi dalam seluruh kegiatan instansi pemerintah. Kelima unsur ini wajib dipahami secara mendalam oleh setiap kandidat yakni Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, dan Pemantauan Pengendalian Intern.

    Bagi kandidat CRPP, setiap tindakan, rekomendasi, atau analisis risiko yang disajikan dalam ujian harus dapat dijustifikasi dan dipetakan kembali ke dalam salah satu atau lebih dari kelima unsur SPIP ini.

    Standar Global: Menerapkan Prinsip dan Kerangka Kerja ISO 31000:2018

    Jika SPIP menyediakan kerangka kerja apa yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah, maka ISO 31000:2018 menawarkan pedoman tentang bagaimana melakukannya dengan baik. ISO 31000 adalah standar internasional yang memberikan prinsip dan kerangka kerja untuk mengelola risiko secara efektif. Penting untuk dicatat bahwa ISO 31000 bukanlah standar yang dapat disertifikasi, melainkan panduan praktik terbaik. Fokus utamanya adalah “penciptaan dan perlindungan nilai” (creation and protection of value), menjadikan manajemen risiko fungsi strategis yang menambah nilai.

    Struktur ISO 31000 terdiri dari tiga komponen utama:

    • Prinsip-Prinsip (Principles): Karakteristik fundamental manajemen risiko yang efektif meliputi: terintegrasi dalam proses organisasi, terstruktur, disesuaikan dengan konteks, melibatkan pemangku kepentingan, dan berdasarkan informasi terbaik yang tersedia.
    • Kerangka Kerja (Framework): Serangkaian komponen yang menyediakan fondasi untuk merancang, mengimplementasikan, dan meningkatkan manajemen risiko, berpusat pada komitmen kepemimpinan dan integrasi manajemen risiko ke dalam tata kelola organisasi.
    • Proses (Process): Penerapan sistematis dari kebijakan, prosedur, dan praktik manajemen risiko yang mencakup:
      • Komunikasi dan Konsultasi
      • Penetapan Lingkup dan Kriteria
      • Penilaian Risiko (Identifikasi, Analisis, Evaluasi)
      • Perlakuan Risiko
      • Pemantauan
      • Pelaporan

    ISO 31000 memberikan bahasa, metodologi, dan pola pikir profesional yang diakui secara global. Penguasaan standar ini memungkinkan seorang profesional untuk menerapkan manajemen risiko dengan cara yang sistematis, logis, dan berorientasi pada nilai.

    Menjembatani Konsep ISO 31000 dengan Implementasi SPIP

    Tingkat pemahaman tertinggi yang dapat ditunjukkan seorang kandidat CRPP adalah kemampuannya untuk tidak hanya menjelaskan SPIP dan ISO 31000 secara terpisah, tetapi juga untuk menyintesiskan keduanya dalam konteks yang lebih luas. Dalam dunia yang semakin kompleks ini, kemampuan untuk mengintegrasikan kedua kerangka kerja tersebut menjadi sangat penting.

    Profesional yang paling efektif adalah mereka yang mampu menerjemahkan prinsip-prinsip abstrak ISO 31000 ke dalam realitas birokrasi dan mandat regulasi SPIP, serta memahami dinamika dan tantangan yang dihadapi dalam implementasinya. Mereka harus menguasai metode analisis risiko yang terintegrasi, dan merumuskan strategi yang tidak hanya sesuai dengan standar internasional, tetapi juga relevan dengan kebijakan dan tujuan organisasi. Dengan demikian, kandidat yang ideal tidak hanya memiliki wawasan teori, tetapi juga dapat menerapkan pengetahuan tersebut dalam situasi nyata, menghasilkan solusi yang inovatif dan efektif dalam mengelola risiko.

    Kedua kerangka kerja ini mewakili dua sisi dari mata uang yang sama: kepatuhan (SPIP) dan kinerja (ISO 31000). SPIP adalah peraturan pemerintah yang wajib, yang memberitahu instansi pemerintah apa yang harus dilakukan (seperti penilaian risiko). ISO 31000 adalah panduan sukarela yang memberikan arahan tentang bagaimana melakukannya dengan efektif. Asesmen CRPP mungkin menunjukkan bahwa pendekatan hanya berdasarkan kepatuhan SPIP tidak cukup untuk solusi optimal. Di sinilah pendekatan ISO 31000 menjadi penting.

    Seorang profesional risiko di sektor publik berfungsi sebagai “penerjemah” yang menjelaskan pentingnya prinsip ISO 31000, seperti “Melibatkan Pemangku Kepentingan”, dalam meningkatkan “Informasi dan Komunikasi” dalam SPIP, sehingga membantu instansi mencapai tujuannya.

    Strategi untuk Kesuksesan Asesmen

    Proses asesmen CRPP bertujuan untuk mengevaluasi kompetensi secara menyeluruh melalui tiga metode: ujian tulis, verifikasi portofolio, dan presentasi/wawancara. Metode ini merupakan sistem terpadu yang memvalidasi kompetensi dari berbagai sudut pandang. Ujian tulis menguji pengetahuan teoritis, portofolio mengecek kinerja masa lalu, dan presentasi serta wawancara menguji kemampuan berkomunikasi dan memecahkan masalah secara real-time. Untuk itu, persiapan yang baik memerlukan strategi yang seimbang di ketiga bidang tersebut.

    Menaklukkan Ujian Tulis

    Ujian tulis untuk CRPP terdiri dari soal pilihan ganda yang mencakup semua area kompetensi. Soal-soal ini menguji pemahaman teoretis (definisi SPIP, prinsip ISO 31000) dan kemampuan aplikasi melalui skenario atau studi kasus singkat.

    Strategi untuk Soal Pilihan Ganda antara lain dilakukan dengan Dekonstruksi Pertanyaan dengan menmukan kata kunci dalam soal. Pertanyaan ini tentang definisi, prinsip, proses, atau aplikasi? Perhatikan konteksnya. Dalam banyak kasus, dua pilihan jawaban bisa langsung dieliminasi karena jelas salah. Fokus pada perbedaan antara dua pilihan yang tersisa. Penting juga untuk mengecek Pola Pikir Asesor. Tanyakan, “Konsep apa yang diuji soal ini?” Contohnya, soal tentang keterlambatan pengiriman material dalam proyek konstruksi mungkin menguji pemahaman risiko operasional dan strategi mitigasinya.

    Strategi untuk Studi Kasus Singkat:

    • Identifikasi Masalah Inti: Bacalah skenario dengan cepat untuk memahami pokok permasalahan, lalu baca perlahan untuk menemukan risiko utama.
    • Gunakan Kerangka Kerja dengan Jelas: Saat menganalisis kasus, jangan hanya beri jawaban. Nyatakan kerangka kerja yang digunakan, misalnya: “Berdasarkan ISO 31000, langkah pertama adalah menetapkan konteks…” atau “Sesuai SPIP, perlu dirancang prosedur…”.
    • Prioritaskan dan Beri Justifikasi: Buat daftar risiko dan prioritaskan berdasarkan dampak dan kemungkinan. Berikan alasan yang jelas untuk cara mengatasi risiko yang diusulkan. Ini menunjukkan kemampuan analisis yang baik.

    Merancang Portofolio yang Meyakinkan: Mengubah Pengalaman menjadi Bukti

    Portofolio adalah elemen penting dalam asesmen kompetensi BNSP yang berfungsi sebagai bukti dokumentasi klaim di CV, mengubahnya menjadi bukti keberhasilan. Portofolio yang baik mencerminkan perjalanan profesional secara visual dan tekstual.

    Portofolio dapat disusun dengan menggunakan daftar kompetensi CRPP 2 sebagai panduan. Untuk setiap kompetensi, sertakan satu contoh nyata dari pengalaman kerja yang relevan. Buat daftar isi di awal portofolio yang menghubungkan setiap contoh dengan kompetensi yang dinilai.

    Setiap bukti harus disertai narasi yang menjelaskan konteksnya. Agak miriplah dengan LPDP. Gunakan metode STAR (Situation, Task, Action, Result) untuk menyusun narasi ini meliputi Situation (Situasi) atau konteks proyek atau masalah; Task (Tugas) atau Uraian tanggung jawab spesifik; hingga Sanitasi dan Profesionalisasi dengan memastikan semua dokumen bersih, terorganisir, dan informasi rahasia telah disamarkan. Kualitas portofolio mencerminkan profesionalisme. Contoh dokumen yang dapat disertakan adalah risk register yang disanitasi atau laporan analisis risiko.

    Mengomunikasikan Kompetensi

    Tahap akhir asesmen adalah presentasi dan/atau wawancara dengan asesor. Ini adalah kesempatan Anda untuk menunjukkan pemahaman, kemampuan berpikir kritis, dan kecakapan komunikasi. Asesor akan mengajukan pertanyaan berbasis skenario dan pertanyaan dari portofolio yang Anda serahkan.

    Portofolio adalah naskah untuk wawancara yang berfungsi sebagai sumber utama pertanyaan bagi asesor. Dengan memilih bukti secara cermat, Anda dapat mengarahkan wawancara ke area keahlian Anda. Menonjolkan hasil asesmen risiko kecurangan yang Anda pimpin dapat meningkatkan pertanyaan dari asesor, memungkinkan Anda memberikan jawaban yang baik dan percaya diri.

    Untuk dapat mempresentasikan ide yang baik, gunakan alur proses manajemen risiko (penetapan konteks, asesmen, perlakuan, dst.) sebagai struktur narasi presentasi. Selalu bingkai studi kasus dalam konteks hasil bagi publik. 50% dari ujian saya bukan bahas risiko tapi bahas dampaknya bagi masyarakat. Lalu pastikan bahwa waktu telah dipatuhi.

    Persiapan Akhir

    Tahap akhir persiapan sering kali menjadi penentu antara keberhasilan dan kegagalan. Pada titik ini, fokus bergeser dari sekadar mengakumulasi pengetahuan menjadi mengoptimalkan kinerja pada hari asesmen. Dalam proses ini, tidak hanya pemahaman konsep yang penting, tetapi juga kemampuan untuk menerapkannya dalam situasi nyata. Persiapan yang holistik, mencakup kondisi fisik, mental, dan logistik, akan memastikan bahwa semua kerja keras yang telah dilakukan dapat dieksekusi dengan maksimal. Selain itu, penting untuk mengatur waktu dengan baik dan mengatasi potensi gangguan yang dapat mengalihkan perhatian. Melalui latihan yang teratur dan evaluasi yang teliti, setiap individu dapat meningkatkan kepercayaan diri dan ketahanan mental, sehingga siap menghadapi tantangan yang ada.

    Pengkondisian Fisik dan Mental

    Keberhasilan dalam sebuah ujian bertekanan tinggi sangat bergantung pada kesiapan fisik dan mental. Mengabaikan aspek ini adalah sebuah kesalahan umum. Beberapa minggu terakhir sebelum asesmen bukanlah waktu untuk belajar dengan panik, melainkan untuk mengoptimalkan instrumen utama Anda: otak dan tubuh.

    Hindari sistem belajar semalam suntuk alias Sistem Kebut Semalam . Jadwal belajar yang disiplin dan teratur jauh lebih efektif untuk retensi jangka panjang dan mengurangi stres. Prioritaskan tidur, terutama dalam seminggu menjelang hari-H. Kurang tidur terbukti secara ilmiah dapat mengganggu fungsi kognitif, konsentrasi, dan kemampuan memecahkan masalah. Tidur yang cukup jauh lebih berharga daripada satu jam tambahan belajar di malam terakhir.

    Pastikan juga sudah melakukan Konsumsi makanan yang seimbang dan pastikan tubuh terhidrasi dengan baik. Hindari makanan olahan yang dapat menyebabkan kelesuan. Nutrisi yang baik adalah bahan bakar untuk kinerja otak yang optimal.

    Secara sadar, hindari konflik emosional atau aktivitas berisiko tinggi yang dapat menguras energi mental dan fisik. Tunda kegiatan olahraga yang berpotensi menyebabkan cedera. Saya jadi ingat dulu gagal psikotes di Konimex hanya karena datangnya mepet dan napas saya masih diatur eh sudah ujian. Itulah satu-satunya kegagalan psikotes dalam hidup saya~

    Memanfaatkan Kelompok Belajar dan Forum

    Mempersiapkan diri untuk sertifikasi profesi tidak harus menjadi perjalanan yang sepi. Terlibat dalam kelompok belajar atau forum diskusi dengan sesama kandidat dapat memberikan keuntungan yang signifikan dan sering kali diremehkan.

    Mendiskusikan studi kasus atau konsep dengan orang lain dapat membuka sudut pandang baru dan membantu mengidentifikasi kesalahpahaman. Menjelaskan materi kepada orang lain adalah cara efektif untuk memperkuat pemahaman Anda sendiri. Gunakan kelompok belajar untuk berlatih presentasi dan wawancara. Berlatih di depan teman dan menerima umpan balik membantu mempersiapkan diri untuk asesor yang sebenarnya. Ini meningkatkan kepercayaan diri dan mengurangi kegugupan.

    Rencana Taktis Langkah-demi-Langkah

    Eksekusi pada hari asesmen adalah sebuah keterampilan tersendiri. Rencana yang matang akan mengurangi ketidakpastian dan memungkinkan Anda untuk fokus sepenuhnya pada tugas yang ada. Pada malam sebelumnya siapkan semua yang Anda butuhkan: dokumen identitas, surat panggilan asesmen, alat tulis, dan perlengkapan lain yang diizinkan. Konfirmasikan kembali lokasi, ruangan, dan jadwal asesmen. Hitung estimasi waktu perjalanan dan tambahkan waktu cadangan.

    Rencanakan untuk tiba di lokasi asesmen setidaknya 15-30 menit sebelum waktu yang dijadwalkan. Ini memberikan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan, menemukan toilet, dan menenangkan diri sebelum asesmen dimulai.

    Baca semua instruksi dengan teliti sebelum memulai. Kelola waktu dengan bijak. Jika menghadapi soal pilihan ganda, kerjakan soal yang diyakini bisa dijawab terlebih dahulu untuk membangun momentum dan kepercayaan diri.

    Asesmen dimulai sejak melangkahkan kaki ke lokasi ujian. Tunjukkan sikap profesionalisme dalam interaksi kita dengan panitia, asesor, dan sesama peserta. Selama wawancara dan presentasi, pertahankan ketenangan, kepercayaan diri, dan sikap hormat, bahkan ketika dihadapkan pada pertanyaan yang sulit. Ingat, BNSP mensertifikasi seorang “profesional” secara utuh, bukan hanya pengetahuannya.

    Pengembangan Profesional Berkelanjutan

    Meraih sertifikasi CRPP adalah langkah awal untuk meningkatkan profesionalisme. Banyak sertifikasi, termasuk dari LSPMR, mengharuskan pemegangnya mengikuti program pengembangan profesional berkelanjutan agar sertifikat tetap berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen risiko adalah bidang yang selalu berubah. Profesional sejati adalah pembelajar seumur hidup yang terus memperbarui pengetahuan dan keterampilan. Pola pikir ini digambarkan oleh sertifikasi CRPP—komitmen terhadap keunggulan dalam melayani kepentingan publik.

    Kesimpulan

    Perjalanan untuk meraih sertifikasi CRPP adalah sebuah upaya yang menuntut dedikasi, persiapan strategis, dan pemahaman yang mendalam. Ini lebih dari sekadar ujian; ini adalah proses pembuktian kompetensi yang dirancang untuk mengidentifikasi para profesional yang mampu menjadi garda terdepan dalam implementasi tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia.

    Keberhasilan dalam asesmen ini bergantung pada tiga pilar utama yakni pemahaman kontekstual untuk CRPP, penguasaan materi yang terintegrasi hingga eksekusi asesmen yang menyeluruh untuk setiap tipe ujian.

    Pada akhirnya, kandidat yang paling sukses adalah mereka yang mendekati proses ini bukan sebagai beban, melainkan sebagai kesempatan untuk merefleksikan, menyusun, dan mengartikulasikan nilai profesional mereka. Dengan mengikuti panduan ini, mempersiapkan diri secara fisik dan mental, serta mengeksekusi rencana dengan disiplin, setiap calon peserta memiliki peluang besar untuk tidak hanya lulus, tetapi juga untuk benar-benar menunjukkan keunggulan sebagai seorang Profesional Risiko untuk Sektor Publik yang kompeten dan kredibel.

    Transformasi Digital dan Reformasi Pajak Indonesia

    Pajak Data Risiko.png
    Pajak, Data, dan Risiko (Generate dari Gemini)

    Data kinerja fiskal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan pola yang perlu untuk dielaborasi. Salah satu hal yang perlu diperdalam ialah capaian tax ratio yang pada tahun 2024 tercatat hanya mencapai 10,08% atau lebih rendah dari angka 10,31% pada 2023 dan 10,39% pada 2022. Menurut data Bank Dunia, rasio pajak Indonesia juga secara signifikan lebih rendah. Rasio ini berada di bawah negara-negara besar ASEAN seperti Thailand, Vietnam, dan Filipina.

    Indonesia hanya unggul tipis dari negara yang skala ekonominya lebih kecil. Dekadensi angka rasio pajak dan perbandingan dengan negara ASEAN menjadi substansi penting karena peningkatan rasio pajak menjadi salah satu substansi penting dalam dokumen Asta Cita, khususnya pada elemen reformasi tata kelola pemerintah.

    Upaya peningkatan rasio pajak pada dasarnya adalah isu global. Dalam perkembangannya, upaya optimalisasi pendapatan negara dari titik ini berkelindan dengan ihwal transformasi digital. Sebagai contoh, data OECD (2025) menyebut bahwa 80 persen pemerintahan dalam ruang lingkup 54 negara anggota Forum on Tax Administration telah mengembangkan strategi transformasi digital yang mengarah pada perubahan fundamental dari tata kerja organisasi.

    Pertanyaan mendasarnya kemudian adalah perihal bagaimana masa depan pendapatan negara–khususnya dari perpajakan–di era digital tersebut?

    Diagnosis Berlapis

    Rendahnya rasio pajak merupakan buah dari interaksi kompleks antara kelemahan struktural ekonomi, kebijakan, dan administrasi. Telah menjadi pembahasan bertahun-tahun perihal basis pajak yang sempit di negara sebesar Indonesia. Ditambah lagi terdapat tingkat kepatuhan yang rendah. Selain itu, masih ada isu kepercayaan publik pada pemerintah perihal pemanfaatan pajak.

    Sempitnya basis pajak tersebut sangat berkaitan dengan porsi signifikan perekonomian di sektor informal. Hal itu diperparah dengan sektor ekonomi formal yang sejatinya memiliki potensi kontribusi besar terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) seperti pertanian maupun pertambangan, justru undertaxed.

    Literasi perpajakan turut menjadi kendala karena belum seluruh pegawai memahami perihal sistem self-assessment yang kemudian berdampak pada kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan setiap awal tahun dengan segala keribetannya. Ditunjang oleh frustasi in this economy, banyak wajib pajak yang memiliki concern perihal aliran uang pajak yang telah dilaporkan.

    Hal ini jelas menjadi tantangan karena sesungguhnya kontribusi Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi merupakan ranah yang penting untuk digarap karena kontribusinya masih jauh dibandingkan negara maju.

    Distorsi Struktural

    Setidaknya ada 2 distorsi struktural di masa kini yang harus dipertimbangkan untuk berstrategi di masa depan. Pertama, pendapatan negara saat ini masih memperhitungkan skema dari kantong kiri ke kantong kanan kala transaksi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ) dikenai pajak dan dihitung sebagai penerimaan perpajakan.

    Dalam analogi sederhana, dari pembayaran 100 juta rupiah untuk suatu proyek maka ada 11 juta rupiah yang merupakan setoran pajak. Dalam logika yang jujur, sesungguhnya negara hanya mengeluarkan 89 juta rupiah mengingat selisihnya masih kembali ke kas negara. Ketika 11 juta rupiah tersebut dihitung sebagai capaian penerimaan negara, maka ada ilusi yang terjadi.

    Distorsi kedua berkaitan dengan desentralisasi. Masyarakat berhitung uang yang dibayarkan, baik untuk PPh yang dipotong langsung saat gajian, Pajak Bumi dan Bangunan dan Pajak Kendaraan Bermotor yang rutin ditagih setiap tahun, hingga PPN saat makan di restoran. Masyarakat secara alami tidak dalam posisi harus punya pemahaman perihal desentralisasi fiskal sehingga hanya perlu tahu bahwa telah menyetorkan sejumlah uang ke negara.

    Hal ini yang kemudian menciptakan problematika kala masyarakat memiliki concern perihal aliran pajaknya mengingat sebagian masuk ke pusat dan sisanya menjadi kelolaan daerah. Dalam konstelasi dunia usaha, elemen fiskal ini juga turut mengarah pada ketidakpastian hukum dan ekonomi biaya tinggi, termasuk juga telah dipotret oleh laporan ADB.

    Optimalisasi Compliance Risk Management (CRM) dan e-Government

    Terlepas dari problematika yang terjadi di awal implementasinya, Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau Coretax akan menjadi game changer yang krusial terutama dalam penerapan CRM sebagai proses pengelolaan risiko kepatuhan wajib pajak yang dilakukan secara sistematis, terukur, dan objektif untuk mendukung fungsi Direktorat Jenderal Pajak.

    Ketersediaan data yang paralel dengan digitalisasi akan mendorong suatu peta risiko kepatuhan yang lebih adekuat. Hal ini dapat membantu DJP mengalokasikan sumber daya yang terbatas secara lebih efisien. Hal ini akan lebih optimal lagi jika pendapatan pajak dari APBN tidak lagi diperhitungkan sebagai penerimaan negara. Dengan mengetahui target asli yang harus dipenuhi di luar dari penerimaan yang sebenarnya berasal dari APBN, peluru yang disiapkan dan ditembakkan akan lebih akurat menyasar WP dengan profil risiko yang tepat.

    Era digital akan mendorong semakin banyak data digital masuk ke profil risiko, terlebih jika disandingkan pula dengan layanan publik lintas platform melalui GovTech yang telah diluncurkan pada masa Presiden Jokowi. Ketika CRM yang didukung data akurat via GovTech menyatu dalam Coretax, maka model administrasi akan mengarah ke proaktif, berbasis data, dan berorientasi risiko. DJP bahkan akan dapat mendorong kepatuhan WP sebelum ketidakpatuhan terjadi.

    Dalam skema layanan publik berbasis digital yang telah berlangsung saat ini, termasuk dengan telah terkoneksinya Nomor Induk Kependudukan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak, peningkatan rasio pajak sejatinya menjadi sesuatu hal yang sangat mungkin terjadi. Ketika kemudian skemanya ditautkan juga dengan GovTech, maka ada elemen krusial yang harus dipikirkan yakni kontrak sosial.

    Upaya menghubungkan kepatuhan pajak dengan akses pada layanan publik di GovTech akan membingkai ulang pajak sebagai prasyarat untuk dapat berpartisipasi penuh sebagai warga negara. Ketika kemudian masyarakat merasakan ketidakadilan maupun banyak kesalahan sistem, reaksi negatif dari publik menjadi sesuatu yang mungkin terjadi dapat mengusik legitimasi sistem perpajakan secara keseluruhan.

    Kesimpulan

    Peningkatan rasio pajak memerlukan pendekatan menyeluruh yang mengatasi akar masalah struktural dan distrosi yang ada sekaligus memanfaatkan peluang transformasi digital. Implementasi Coretax yang diintegrasikan dengan sistem CRM dan ekosistem GovTech berpotensi besar menjadi katalisator perubahan. Kemampuan pemerintah membangun kontrak sosial yang kuat dengan masyarakat menjadi kunci.

    Reformasi perpajakan sebagai elemen penerimaan negara di era digital bukan sekadar persoalan teknologi dan administrasi, melainkan juga tentang membangun kepercayaan publik dan menciptakan ekosistem yang mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

    KRL Rangkasbitung: Kisah Komuter, Risiko, dan Adaptasi

    Sebelum dimulai, disclaimer dahulu bahwa tulisan ini dimulai dari sebuah prompt di Gemini versi Deep Research. Prompt-nya diinput ketika lagi di peron 5 dan 6 Stasiun Tanah Abang dalam kondisi yang cukup desperate. Jadi, saya bukan-bukaan saja bahwa tulisan tentang Green Line ini tadinya hasil pemikiran Gemini yang lantas saya intervensi untuk menjadi konten di ariesadhar.com.

    Setiap pagi sebelum fajar menyingsing dan setiap sore menuju malam, ritual massal terjadi di sepanjang koridor barat daya wilayah metropolitan Jakarta dengan melibatkan 3 provinsi dan sekian kabupaten/kota. Jutaan manusia memulai dan mengakhiri hari kerja mereka dengan sebuah perjalanan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas mereka: perjalanan dengan Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line rute Rangkasbitung alias Green Line

    Rute ini membentang sepanjang 72.7 kilometer dan melintasi 19 stasiun dari jantung komersial Tanah Abang hingga ke ibu kota Kabupaten Lebak di Banten dan merupakan urat nadi ekonomi, sosial, dan budaya yang memompa kehidupan antara pusat kota dan daerah penyangganya. Dengan durasi perjalanan yang kini dipersingkat menjadi sekitar 98 menit berkat optimalisasi Grafik Perjalanan Kereta Api (GAPEKA) 2025, rute ini merupakan yang terpanjang dan salah satu yang terpadat dalam keseluruhan sistem KRL Commuter Line.

    Di rute ini tidak halangannya ada-ada saja. Mulai pohon pisang, truk mogok, sampai yang paling epik adalah springbed. Iya, kasur ada di jalur kereta. Absurd benar.

    Di balik angka-angka efisiensi dan statistik operasional, terdapat sebuah realitas manusiawi yang jauh lebih kompleks dan menantang. Pada jam-jam sibuk, gerbong-gerbong kereta berubah menjadi arena perjuangan. Kepadatan penumpang sering kali melampaui kapasitas yang dirancang. Ya, mungkin kecuali menurut perhitungan BPKP, yha. Kondisi ini memaksa mayoritas komuter untuk menjalani hampir seluruh perjalanan mereka dalam posisi berdiri dan berdesakan dalam ruang yang terbatas. 

    Pengalaman ini diperparah oleh ketidakpastian yang itu tadi. Ada gangguan operasional akibat pohon tumbang, masalah sinyal, atau insiden di perlintasan sebidang. Kondisi itu bisa saja mengubah perjalanan 98 menit menjadi sebuah cobaan tanpa akhir yang dapat diprediksi. Berdiri selama lebih dari satu setengah jam, hari demi hari, bukan lagi sekadar ketidaknyamanan melainkan sebuah kondisi eksistensial.

    Tubuh yang Bertahan

    Pengalaman berdiri di dalam gerbong KRL yang padat dan bergerak lebih dari sekadar rasa pegal atau tidak nyaman. Dari sudut pandang medis dan ergonomis, ini adalah paparan harian terhadap serangkaian risiko fisiologis yang signifikan dan terukur. Meskipun berdiri merupakan postur alami manusia, melakukannya secara statis alias tanpa banyak bergerak untuk periode yang lama adalah kondisi yang secara fundamental tidak sehat. Perjalanan KRL selama 98 menit dikali dua dalam sehari menempatkan para komuter dalam kategori risiko ini.

    Secara fisiologis, berdiri statis dalam waktu lama dapat mengurangi suplai darah ke otot-otot yang sedang bekerja keras untuk menopang tubuh, seperti otot kaki, punggung, dan leher. Aliran darah yang tidak mencukupi ini mempercepat timbulnya kelelahan otot dan menyebabkan rasa nyeri yang persisten. Salah satu dampak paling serius dari kondisi ini adalah pada sistem kardiovaskular. 

    Gravitasi menyebabkan darah cenderung menggenang di bagian bawah kaki dan meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah vena serta memaksa jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah kembali ke atas. Studi menunjukkan bahwa pekerja yang sebagian besar waktunya berdiri akan memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi terkena penyakit jantung dibandingkan dengan mereka yang sebagian besar duduk. Tekanan vena yang kronis ini dapat menyebabkan peradangan pada pembuluh darah, yang seiring waktu dapat berkembang menjadi gangguan vena kronis seperti varises yang nyeri dan pembengkakan kaki. 

    Berdiri juga memberikan tekanan konstan pada sendi-sendi penopang berat badan: panggul, lutut, pergelangan kaki, dan telapak kaki. Ketika posisi ini dipertahankan tanpa gerakan yang signifikan seperti berjalan, maka pelumasan alami sendi menjadi berkurang. Kombinasi antara tekanan tinggi dan pelumasan yang buruk ini dapat menyebabkan keausan pada tulang rawan sendi, yang dalam jangka panjang meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti osteoarthritis serta dapat pula memicu penyakit rematik.

    Pengalaman komuter yang berdiri ini juga merupakan bagian dari masalah yang lebih besar, yaitu gaya hidup yang kurang aktif. Meskipun berdiri membakar lebih banyak kalori daripada duduk, berdiri statis yang berkepanjangan tidak memberikan manfaat kardiovaskular dari gerakan aktif. Gaya hidup seperti ini secara luas dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan sistemik, termasuk peningkatan risiko obesitas, diabetes mellitus type 2, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan osteoporosis.

    Ergonomi dalam Guncangan

    Penumpang KRL tidak hanya berdiri statis di lantai yang stabil. Mereka berdiri di dalam sebuah kotak logam yang terus bergerak, berakselerasi, mengerem, dan berguncang. Kondisi ini menambah lapisan risiko ergonomis yang signifikan di atas bahaya berdiri statis. Untuk menjaga keseimbangan, penumpang harus secara konstan dan tidak sadar mengaktifkan otot-otot inti kaki, tangan, dan punggung mereka untuk melawan gaya inersia dari gerakan kereta. Hal ini secara signifikan meningkatkan tingkat kelelahan otot dibandingkan dengan berdiri di tempat yang diam. 

    Setiap kali kereta mengerem secara tiba-tiba atau berakselerasi dari stasiun, tubuh penumpang mengalami gaya eksternal yang kuat. Saat berpegangan pada tiang atau gantungan, gaya ini diterjemahkan menjadi beban mendadak pada persendian dan dapat memicu kontraksi otot yang berlebihan sebagai respons protektif.

    Kondisi tersebut kemudian memusatkan stres pada struktur-struktur rentan seperti sendi di bahu, ligamen di pergelangan tangan, dan sendi lutut. Paparan berulang terhadap beban mendadak ini dapat menyebabkan cedera mikro-trauma yang terakumulasi dan berkembang menjadi kondisi nyeri kronis. Itulah sebabnya orang-orang banyak yang merasa bahwa naik KRL itu bukan untuk semua orang.

    Penumpang yang berdiri di kereta juga terpapar getaran seluruh tubuh tingkat rendah hingga sedang yang merambat dari rel melalui lantai gerbong. Hal ini menjadi faktor risiko untuk nyeri punggung bawah dan gangguan tulang belakang lainnya karena getaran tersebut memberikan tekanan berulang.

    Mari kita ulang. Pertama, otot-otot besar di kaki dan punggung dipaksa untuk bekerja secara statis untuk waktu yang lama yang dapat menyebabkan penumpukan asam laktat, kelelahan, dan penurunan sirkulasi. Di sisi lain, seluruh sistem muskuloskeletal harus siap sedia untuk merespons secara dinamis terhadap gaya tak terduga dari gerakan kereta, yang menempatkan sendi dan ligamen di bawah tekanan mendadak. 

    Profil risiko gabungan ini kemungkinan besar lebih merusak daripada hanya berdiri statis atau hanya terpapar gerakan dinamis secara terpisah. Kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan komuter tidak bisa hanya berfokus pada penambahan frekuensi kereta untuk mengurangi kepadatan namun juga perlu mempertimbangkan aspek-aspek desain rekayasa seperti material lantai yang dapat menyerap getaran, desain pegangan tangan yang lebih ergonomis, dan bahkan akselerasi dan pengereman yang lebih halus sebagai variabel kesehatan masyarakat yang krusial. 

    Pikiran yang Terhimpit

    Perjalanan komuter, terutama dalam kondisi ekstrem seperti di KRL Rangkasbitung, bukanlah sekadar perpindahan fisik. Ia adalah sebuah peristiwa psikologis intens yang membentuk suasana hati, tingkat stres, dan bahkan cara kita memandang orang lain. Ruang fisik yang menyempit secara langsung menghimpit ruang mental, memaksa pikiran untuk bernegosiasi, bertahan, dan terkadang, menyerah.

    Kondisi terhimpit ini kadang bikin kita bisa melihat istri mengirim foto sekali lihat ke suaminya, suami mengirim pesan WA ke selingkuhan, orang-orang yang lagi kena tipu via chat, dan lain-lainnya.

    Dalam riset yang dibantu oleh Gemini ini, saya baru tahu ada yang namanya Commute Psychology. Katanya, ilmu ini memandang perjalanan harian bukan sebagai waktu yang hilang atau kosong, melainkan sebagai sebuah ambang batas psikologis yang signifikan dan secara aktif membentuk kondisi mental. Perjalanan yang menyenangkan dapat menjadi penyangga stres, sementara perjalanan yang buruk, seperti tadi saya cerita soal kasur, dapat meracuni sisa hari itu. 

    Gemini menawarkan istilah impedansi yang didefinisikan sebagai kesulitan dalam bergerak dari titik asal ke tujuan. Stres muncul dari frustasi karena tujuan ini terhambat. Dalam perjalanan KRL, impedansi ini dapat berwujud antrean panjang, gerbong yang penuh sesak sehingga sulit masuk, dan keterlambatan yang tidak terduga. Setiap 10 menit waktu tempuh tambahan terbukti secara statistik berkorelasi dengan peningkatan probabilitas depresi. 

    Tarian Sunyi di Tengah Kerumunan

    Inti dari penderitaan psikologis di KRL yang padat adalah konflik fundamental terkait ruang personal. Moda transportasi publik memang memaksa orang-orang asing untuk masuk ke dalam zona yang dalam keadaan normal hanya diperuntukkan bagi keluarga dan pasangan. Maka wajar sampai isi HP benar-benar kelihatan.

    Saking dekatnya, invasi yang tidak diinginkan ini memicu serangkaian respons psikologis defensif. Saya cukup dapat mengerti muncul dan adanya tendensi orang-orang untuk melecehkan karena memang sedekat itu. Yang saya nggak paham adalah mekanisme kontrol mereka pada tendensi yang muncul itu. Normalnya di tempat umum sih nggak akan ngaceng, apalagi masturbasi. Tapi ya begitulah. Orang mah ada-ada aja.

    Para penumpang secara kolektif mengembangkan civil inattention sebagai sebuah tarian sosial yang rumit dan sunyi di mana setiap individu berpura-pura tidak memperhatikan orang lain untuk memberikan privasi timbal balik. Mekanisme koping yang paling umum diamati dimulai dengan menghindari kontak mata. Tahap selanjutnya adalah menggunakan gawai sebagai tameng sosial. Dengan menatap layar, seseorang menjadi tidak tersedia secara sosial dan menciptakan gelembung privasi di tengah kerumunan. Apalagi ditunjang dengan bahasa tubuh seperti menggunakan earphone atau menyilangkan tangan, maka tercipta cara-cara non-verbal untuk menegaskan batas personal.

    Mekanisme ini tidak selalu berhasil. Kepadatan ekstrem di KRL Rangkasbitung dapat menyebabkan skelebihan sensorik. Kebisingan yang konstan (warga Green Line yang sampai ujung pasti paham benar soal ini), bau yang beragam (apalagi sore ke malam hari), sentuhan fisik yang tak terhindarkan, dan pemandangan lautan manusia dapat membanjiri sistem saraf dan memicu respon fight-or-flight fisiologis seperti jantung berdebar, napas menjadi dangkal, dan telapak tangan berkeringat. Secara psikologis, ini dapat bermanifestasi sebagai rasa cemas kemarahan, atau keinginan yang luar biasa kuat untuk melarikan diri dari situasi tersebut. Wajar kan kalau sore-sore itu banyak yang isinya pengen ngamuk?

    Mencari Makna di Tengah Gerbong

    Dapatkah sebuah pengalaman yang begitu sarat dengan penderitaan fisik dan psikologis memiliki nilai filosofis? Perjalanan komuter harian di KRL Rangkasbitung, tanpa disadari oleh para pelakunya merupakan sebuah arena tempat ketabahan, empati, dan sikap hidup diuji dan dibentuk setiap hari.

    Filsafat Stoik menawarkan sebuah kerangka kerja yang sangat relevan untuk menghadapi tantangan komuter modern dengan prinsip intinya perihal dikotomi kendali. Hal yang bisa kita kendalikan hanyalah pikiran, penilaian, dan respons kita. Sementara itu, hampir semua hal eksternal, tentu termasuk springbed di rel kereta berada di luar kendali kita. Perjalanan KRL menjadi perwujudan sempurna dari dikotomi ini. 

    Seorang komuter tidak dapat mengendalikan kapan kereta akan datang. Komuter juga tidak tahu akan ada gangguan sinyal atau tidak. Demikian pula dengan kepadatan gerbong maupun bau yang akan ada di situ. Menurut kaum Stoik, menderita secara emosional karena hal-hal yang tidak dapat dikendalikan adalah sebuah kesalahan logika dan sumber dari semua ketidakbahagiaan. Seorang Stoik akan memfokuskan seluruh energinya pada apa yang bisa dikendalikan yakni respons internalnya.

    Alih-alih mengutuk keterlambatan, ia akan menerimanya sebagai fakta dan menggunakan waktu tambahan untuk membaca atau merenung. Dalam pandangan ini, perjalanan komuter yang penuh tekanan berubah dari sumber penderitaan menjadi sebuah kesempatan harian untuk melatih kebajikan seperti ketabahan, kesabaran, dan pengendalian diri. Hidup komuter menjadi tindakan sadar untuk mengubah penderitaan eksternal menjadi kekuatan internal atau kerap dikenal sebagai mengubah rintangan menjadi jalan.

    Kosmopolitanisme di Dalam Gerbong

    Salah satu tantangan psikologis dalam kerumunan adalah kecenderungan untuk melakukan dehumanisasi terhadap orang lain. Dalam kepadatan, orang lain berhenti menjadi individu dengan cerita dan penderitaan mereka sendiri, dan menjadi sekadar Non-Player Character dalam video game kehidupan. Seorang pria yang menonton bola dengan suara keras di kereta tanpa headphone bukan hanya tidak sopan namun dia beroperasi dalam kerangka bahwa orang lain hanyalah hantu-hantu tidak penting yang kebetulan mengganggu ruangnya.

    Dalam filosofi Stoik, ada citra lingkaran-lingkaran konsentris kepedulian. Lingkaran pertama adalah diri kita sendiri, diikuti oleh keluarga, komunitas lokal, negara, dan pada akhirnya lingkaran terluar yang mencakup seluruh umat manusia. Tugas seorang bijak adalah terus-menerus menarik orang-orang dari lingkaran luar ke lingkaran yang lebih dalam, hingga kita dapat merasakan pertalian dengan setiap orang. Dalam hidup komuter, seorang pria yang terburu-buru bukan lagi penyenggol yang menyebalkan melainkan sesama warga yang mungkin takut terlambat bekerja. Gerbong kereta dalam iringan pantun cringe dari masinis menjadi sebuah republik sementara tempat semua anggotanya mau pengangguran atau head of department berbagi perjuangan yang sama. 

    Antara Kepasrahan dan Penolakan 

    Komuter dapat menarasikan pengalaman dalam dua narasi utama yang saling bertentangan. Perspektif pertama adalah narasi penolakan yang memandang perjalanan komuter sebagai sesuatu yang sangat salah, perampasan waktu, hingga energi. Intinya adalah bahwa kondisi tersebut pada dasarnya tidak dapat diterima.

    Narasi kedua adalah narasi adaptasi. Dalam pandangan ini, komuter yang tidak memiliki kekuatan untuk mengubah sistem transportasi akan mengembangkan taktik kecil untuk bertahan hidup dan bahkan menemukan kreativitas di ruang antara. Sebagai contoh, saya dahulu bisa mendefinisikan kereta yang pas untuk turun agar bisa langsung tangga dan kemudian meluncur ke peron lain. Hal-hal kecil ini menjadi bahan bakar untuk bertahan hidup. Di Senin pagi, misalnya, saya sudah punya jadwal mendengarkan Bocor Alus Politik. Bahkan ketika hari Minggu saya selow sekalipun, saya tidak akan mendengarkan BAP karena jatahnya adalah Senin pagi sambil komuter. 

    Perjalanan sebagai komuter menjadi cerminan dari sikap hidup yang lebih luas antara kepasrahan yang pasif, penolakan yang penuh amarah, hingga adaptasi yang kreatif dan berdaya. Secara kolektif, para komuter, terlibat dalam sebuah praktik filosofis setiap hari tanpa menyadarinya. Mereka dihadapkan pada masalah-masalah mendasar tentang kendali, penderitaan, hubungan dengan orang lain, dan pencarian makna dalam rutinitas, sesuatu yang juga coba dipecahkan oleh para filsuf selama ribuan tahun. 

    Perspektif Ekstrem dari Zimbabwe 

    Untuk memahami secara penuh signifikansi dari pengalaman komuter di KRL Rangkasbitung, kita dapat melepaskan diri dari konteks lokal dan melihatnya melalui cermin perbandingan global langsung ke Zimbabwe.

    Sistem transportasi publik di Zimbabwe digambarkan berada dalam kondisi krisis yang parah. Laporan-laporan melukiskan gambaran yang suram seperti  kekurangan armada bus, infrastruktur jalan dan rel kereta yang hancur, kemacetan lalu lintas yang melumpuhkan di pusat-pusat kota seperti Harare, serta korupsi dan salah urus yang merajalela di otoritas transportasi.

    Mobilitas bukanlah tentang kenyamanan, kecepatan, atau bahkan kepastian tetapi perjuangan mendasar untuk dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Para komuter menghadapi antrian yang sangat panjang, kendaraan yang penuh sesak secara tidak aman, dan jadwal yang sama sekali tidak dapat diandalkan. Kegagalan sistemik ini memiliki konsekuensi ekonomi yang menghancurkan, meningkatkan biaya produksi, mengurangi produktivitas, dan menghambat pertumbuhan.

    Kasus Zimbabwe menjadi cermin yang kuat dan menyadarkan dengan segala kepadatan, gangguan, dan ketidaknyamanan dari KRL Green Line, pada dasarnya dia merupakan infrastruktur yang berfungsi. Keluhan-keluhan tadi adalah keluhan tentang kualitas layanan dalam sebuah sistem yang ada dan beroperasi setiap hari. Di Zimbabwe, masalahnya adalah ketiadaan sistem yang andal itu sendiri. 

    Penderitaan di Green Line ternyata bagi jutaan orang di belahan dunia lain merupakan sebuah kemewahan yang tak terbayangkan. Atau nggak usah jauh-jauh ke Zimbabwe. Itu Medan, Bandung, dan Surabaya Raya juga butuh Commuter Line

    Menuju Perjalanan yang Lebih Manusiawi

    Analisis mendalam terhadap pengalaman berdiri di KRL Commuter Line rute Tanah Abang-Rangkasbitung mengungkapkan sebuah kebenaran yang kompleks bahwa perjalanan adalah lebih dari sekadar perpindahan dari titik A ke B. Komuter adalah sebuah fenomena multidimensional yang merupakan beban fisiologis yang signifikan, tantangan psikologis yang dimediasi oleh norma-norma budaya, dan arena untuk praktik filosofis yang tidak disadari. 

    Tubuh kemudian menanggung beban statis-dinamis, meningkatkan risiko gangguan otot sampai kardiovaskular. Pikiran berjuang melawan invasi ruang personal dan kelebihan sensorik, menggunakan mekanisme koping yang dibentuk oleh konteks budaya. Sementara itu, jiwa dihadapkan pada pilihan antara kepasrahan, penolakan, atau adaptasi kreatif, sebuah latihan ketahanan mental harian.

    Pertumbuhan Kafe di Pondok Aren: Peluang Bisnis dan Tantangan

    Tangerang Selatan telah bertransformasi menjadi sebuah destinasi kuliner dan gaya hidup terkemuka di Jabodetabek. Pertumbuhan sektor Makanan dan Minuman (F&B) di wilayah ini bersifat eksplosif, termasuk kafe.

    Data pada akhir 2021 menunjukkan adanya lebih dari 600 kedai kopi yang terdaftar secara resmi. Angka ini diyakini hanya sebagian dari total yang ada. Sebagian usaha, terutama skala kecil atau yang belum terdaftar, belum tercakup. Angka ini secara gamblang mengilustrasikan ukuran pasar, namun di sisi lain, juga menjadi sinyal peringatan akan tingkat persaingan yang sangat tinggi dan potensi kejenuhan pasar. Fenomena ini menegaskan bahwa setiap pelaku usaha baru yang ingin masuk wajib memiliki Unique Selling Proposition yang kuat agar dapat bertahan dan berkembang.

    Pondok Aren merupakan episentrum dari pertumbuhan ini. Secara geografis dan demografis, kecamatan ini adalah yang terluas dan terpadat di Tangerang Selatan, dengan luas wilayah sekitar 29,88 kilometer persegi dan populasi yang pada tahun 2023 diperkirakan mencapai 295.812 jiwa. Kepadatan penduduk yang tinggi ini menciptakan basis konsumen yang masif.

    Lebih dari itu, Pondok Aren adalah rumah bagi kawasan permukiman terencana berskala besar seperti Bintaro Jaya (Sektor 3 hingga 9), yang dihuni oleh kalangan kelas menengah hingga atas. Kehadiran pusat perbelanjaan modern seperti Bintaro Jaya Xchange Mall dan Transpark Mall Bintaro semakin mempertegas profil ekonomi wilayah ini. 

    Demografi ini memiliki daya beli dan pendapatan siap pakai yang lebih tinggi, serta gaya hidup yang mengintegrasikan aktivitas makan di luar dan budaya kafe sebagai bagian dari rutinitas. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang Selatan yang menunjukkan tren peningkatan stabil sebelum pandemi, yaitu dari 7,30% pada 2017 menjadi 7,35% pada 2019, mengindikasikan fondasi ekonomi yang sehat untuk mendukung konsumsi. 

    Karakteristik Pondok Aren sebagai bagian dari kota penyangga juga memainkan peran krusial. Wilayah ini menjadi pusat residensial bagi sebagian besar tenaga kerja yang beraktivitas di Jakarta. Data komuter menunjukkan arus pergerakan yang signifikan antara Tangerang Selatan dan Jakarta. Populasi komuter dan profesional inilah yang menjadi salah satu target pasar utama bagi bisnis kafe.

    Pergeseran Gaya Hidup: Kopi sebagai Ritual Sosial dan Profesional

    Perkembangan bisnis kafe tidak dapat dipisahkan dari evolusi budaya konsumsi kopi itu sendiri. Aktivitas minum kopi telah bertransformasi dari sekadar kebiasaan menjadi sebuah gaya hidup, ritual sosial, dan bahkan sebuah ritual wajib untuk menunjang produktivitas. Fenomena ini merangkul spektrum demografi yang luas, dari remaja dan mahasiswa hingga pekerja dewasa.

    Kafe telah menjadi ruang ketiga yang vital. Nongkrong di kafe merupakan praktik yang lumrah di kota-kota satelit seperti Tangerang Selatan yang menjadikan kafe sebagai ruang sosial yang penting. Di sini terjadi perpaduan antara kebutuhan sosial untuk berkumpul dan kebutuhan profesional untuk bekerja atau belajar, yang secara kolektif mendorong permintaan akan ruang-ruang kafe yang nyaman dan fungsional.

    Desentralisasi pekerjaan yang dipicu oleh pandemi COVID-19 telah mengukuhkan budaya Work From Home (WFH) dan Work From Cafe (WFC). Hal ini menciptakan audiens profesional yang ada di area suburban, secara aktif mencari ruang ketiga untuk bekerja, berkolaborasi, atau sekadar mencari suasana baru di luar rumah. Kafe-kafe di Pondok Aren secara cerdas merespons kebutuhan ini dengan menyediakan fasilitas pendukung WFC seperti WiFi, stopkontak, dan ruang rapat. 

    Akibatnya, tercipta sebuah permintaan baru yang berkelanjutan pada siang hari di hari kerja, sebuah segmen pasar yang sebelumnya tidak sebesar ini. Para pengusaha pun berlomba untuk memenuhi permintaan ini, memandang kawasan suburban bukan lagi sebagai pasar sekunder, melainkan sebagai pasar primer yang sangat menguntungkan. Jumlah kafe yang masif adalah bukti nyata dari perlombaan untuk mengklaim pangsa di pasar suburban yang baru dan lukratif ini.

    Instagrammable sebagai Produk Inti

    Daya tarik visual sebuah kafe telah menjadi sama pentingnya dengan menu yang ditawarkan, terutama untuk menarik demografi muda yang aktif di media sosial. Konsep yang Instagrammable bukan lagi sekadar bonus, melainkan bagian dari produk inti.

    Konsep industrial dan minimalis ditandai dengan penggunaan material mentah seperti dinding bata ekspos, lantai semen poles, dan furniture beraksen logam. Palet warnanya cenderung netral (hitam, abu-abu, krem), menciptakan nuansa modern dan urban. Contohnya adalah Suge Kopi & Eatery dengan interior minimalis dan perpaduan furnitur kayu dengan aksen hitam dan krim. 

    Konsep Homey & Cozy bertujuan menciptakan suasana yang hangat, santai, dan akrab, seolah-olah pengunjung berada di rumah sendiri. Penggunaan material kayu yang dominan, sofa yang nyaman, dan tata letak yang menyerupai rumah adalah ciri khasnya. k.l.e.i Creative Space & Eatery adalah contoh kafe yang berhasil mengeksekusi konsep ini, membuat pengunjung merasa nyaman untuk berlama-lama.

    Di tengah kepadatan area suburban, konsep nature and garden atau asri yang mengintegrasikan elemen alam menjadi daya tarik yang kuat. Kafe-kafe ini memanfaatkan ruang luar, tanaman hijau rimbun, dan material alami untuk memberikan nuansa sejuk dan pelarian dari hiruk pikuk kota. Kafe seperti Lot 9 dengan halaman luas dan pepohonan hijau adalah representasi dari tren ini.

    Kafe yang tidak besar dengan konsep kopi serius seperti Simplicity by Sora sekalipun juga menambahkan buku-buku yang memberi unsur instagrammable layaknya kafe-kafe lainnya di Pondok Aren.

    Dalam lanskap ini, konsep fisik dan suasana telah menjadi mesin pemasaran utama. Bagi kafe-kafe independen di Pondok Aren, ruang yang sangat fotogenik atau memiliki konsep unik secara otomatis menghasilkan konten buatan pengguna di platform media sosial seperti Instagram dan TikTok. Hal ini menjadi alat pemasaran yang jauh lebih kuat dan hemat biaya Dengan demikian, investasi yang signifikan pada desain interior yang unik dan fotogenik adalah investasi langsung pada pemasaran. Pelanggan dengan sendirinya menjadi pemasar, menciptakan siklus visibilitas dan daya tarik organik yang sangat krusial untuk bertahan di pasar yang sudah jenuh.

    Analisis Lanskap Persaingan

    Pasar kafe di Pondok Aren adalah ekosistem yang kompleks dan berlapis, terdiri dari berbagai jenis pemain dengan model bisnis, target pasar, dan strategi yang berbeda. Memahami segmentasi ini penting untuk memetakan posisi kompetitif dan mengidentifikasi peluang.

    Kafe butik independen merupakan jantung dari kancah kafe Pondok Aren. Umumnya dimiliki dan dioperasikan secara langsung oleh pendirinya (owner-driven), kafe-kafe ini sangat mengandalkan konsep, atmosfer yang unik, dan sering kali kualitas kopi yang lebih tinggi. Salah satu contohnya adalah Simplicity by Sora di Apartemen Emerald Bintaro.

    Para pemain besar dengan jaringan nasional dan internasional bersaing dengan mengandalkan kekuatan merek (brand recognition), konsistensi produk di semua cabang, dan efisiensi operasional. Kehadiran mereka, seperti Starbucks, Tomoro Coffee dan Fore Coffee, menandakan bahwa pasar Pondok Aren dianggap matang dan cukup menarik untuk ekspansi skala besar.

    Perilaku Konsumen dan Target Audiens

    Memahami siapa pelanggan di Pondok Aren dan apa yang mendorong keputusan mereka adalah fundamental untuk merancang proposisi nilai yang efektif. Pasar ini tidak monolitik; ia terdiri dari beberapa persona konsumen yang berbeda dengan kebutuhan, motivasi, dan preferensi yang unik.

    Profesional jarak jauh menjadi persona sebagai produk era WFH/WFC. Mereka menghargai lingkungan yang tenang, nyaman, dengan WiFi yang andal dan ketersediaan stopkontak yang melimpah. Mereka cenderung tidak terlalu sensitif terhadap harga jika lingkungan kerja yang didapat sepadan. Durasi kunjungan mereka lama dan kemungkinan besar akan memesan lebih dari satu item, seperti satu minuman dan satu makanan ringan atau berat.

    Segmen mahasiswa dan remaja gaul terkait dengan pembelian persona yang sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan tren di media sosial. Mereka sangat menghargai estetika yang Instagrammable dan harga yang terjangkau. Mereka sering datang dalam kelompok dan merupakan pendorong utama pemasaran viral dari mulut ke mulut. Kafe dengan desain unik dan harga ramah kantong menjadi pilihan mereka.

    Terdapat pula segmen keluarga yang mencari tempat yang luas, nyaman, dan sering kali memiliki area luar ruangan atau fasilitas tambahan seperti taman bermain. Fokus mereka bukan hanya pada kualitas kopi, tetapi pada keseluruhan pengalaman yang ramah bagi seluruh anggota keluarga. Taman Jajan Pondok Aren dengan playground-nya, atau Lot 9 dengan halaman yang asri, adalah destinasi yang menarik bagi segmen ini.

    Penikmat kopi serius menjadi segmen yang lebih berpengetahuan tentang kopi. Mereka secara aktif mencari seduhan berkualitas tinggi, biji kopi single-origin, atau metode seduh manual. Mereka bersedia membayar harga premium untuk kualitas dan pengalaman kopi yang otentik. Kafe dengan program kopi yang kuat, seperti yang menawarkan berbagai pilihan biji atau memiliki roaster sendiri, akan menarik persona ini.

    Bisnis Kopi: Operasi, Tantangan, dan Strategi

    Menjalankan bisnis kafe di Pondok Aren lebih dari sekadar menyeduh kopi. Ini melibatkan manajemen operasional yang kompleks, menghadapi tantangan pasar yang berat, dan menerapkan strategi yang cerdas untuk dapat unggul. Menu dasar yang terdiri dari minuman berbasis espresso seperti Americano, Latte, dan Cappuccino adalah standar minimum. Namun, untuk menonjol, inovasi adalah kuncinya. Minuman khas menjadi identitas merek yang kuat. Pandan Latte dari Fore Coffee menjadi contoh pembeda yang jelas di benak konsumen.

    Kafe-kafe yang sukses memahami bahwa makanan memainkan peran krusial dalam meningkatkan pendapatan per pelanggan (average check size). Menu makanan tidak bisa lagi dianggap sebagai pelengkap. Penawarannya bervariasi, mulai dari pastry sederhana, hingga menu makanan berat yang lengkap, atau bahkan menu beragam seperti pasta, pizza, dan hidangan nasi.

    Pasar Pondok Aren menunjukkan kemampuan untuk mendukung berbagai segmen harga, yang mencerminkan keragaman demografi konsumennya. Segmen ini didominasi oleh jaringan kopi besar yang mengandalkan volume dan efisiensi, serta beberapa kedai kopi lokal. Contohnya termasuk Tomoro Coffee yang bahkan sudah menggantikan Bajawa di Bintaro. Segmen menengah menjadi segmen yang paling padat dan umum, di mana sebagian besar kafe independen dengan konsep kuat berada. Orbit Brasserie adalah salah satu contohnya. Segmen serius ditempati oleh pemain niche yang menawarkan produk atau pengalaman premium, seperti misalnya Mori Matcha di Pasar Segar Emerald yang adalah matcha beneran. 

    Tantangan Kritis 

    Meskipun peluangnya besar, para pengusaha kafe di Pondok Aren menghadapi serangkaian tantangan yang signifikan. Jumlah pemain yang sangat banyak secara alami menciptakan lingkungan yang sangat kompetitif. Hal ini dapat memicu tekanan pada harga, membuatnya sulit menentukan harga kopi standar. Bagi kafe yang menggunakan bahan baku premium, persaingan harga ini dapat menggerus margin keuntungan secara signifikan. 

    Menemukan lokasi yang strategis dan parkir yang memadai adalah salah satu tantangan terbesar. Lokasi-lokasi utama memiliki biaya sewa yang tinggi, menjadi hambatan masuk yang besar bagi pengusaha baru. Banyak kafe yang ada pun menderita karena keterbatasan lahan parkir, yang dapat menghalangi calon pelanggan. 

    Di pasar yang ramai, sekadar hadir tidaklah cukup. Tantangan utamanya adalah menciptakan identitas merek yang berbeda dan mudah diingat, serta melaksanakan strategi pemasaran yang mampu menembus kebisingan informasi dan menarik perhatian target audiens yang tepat. 

    Menjaga konsistensi kualitas produk dan layanan adalah tantangan berkelanjutan, terutama saat bisnis mulai berkembang. Ini mencakup segala hal, mulai dari rasa kopi yang sama di setiap kunjungan, kinerja staf yang ramah dan kompeten, hingga kebersihan tempat yang terjaga.

    Identifikasi Celah Pasar dan Peluang di Pondok Aren

    Berdasarkan analisis kompetitif dan tren masa depan, beberapa celah pasar potensial dapat diidentifikasi di Pondok Aren adalah Kafe Premium Berorientasi Keluarga dan juga Spesialis Kopi Rendah Kafein dan Decaf. Salah satu yang juga menarik adalah konsep Hiper-Niche karena terbilang masih jarang, misalnya kafe yang secara eksplisit ramah hewan peliharaan (pet-friendly) atau kafe yang terintegrasi dengan ruang hobi tertentu.

    5 Destinasi Eksotis di Asia Tenggara yang Wajib Kamu Kunjungi Tahun Ini

    Halo, traveler! Sudah punya rencana liburan tahun ini? Kalau belum, tenang aja. Kali ini, kita akan menjelajahi 5 destinasi eksotis di Asia Tenggara yang dijamin bikin liburanmu jadi tak terlupakan. Dari pantai-pantai menakjubkan hingga situs bersejarah yang misterius, Asia Tenggara punya segalanya! Yuk, simak daftar destinasi keren ini dan mulai rencanakan petualanganmu!

    1. Bali, Indonesia: Surga Tropis yang Tak Ada Duanya

    Siapa sih yang nggak kenal Bali? Pulau Dewata ini memang nggak pernah gagal memukau wisatawan dari seluruh dunia. Tapi percaya deh, Bali punya banyak sisi tersembunyi yang sayang untuk dilewatkan!

    Apa yang Bisa Kamu Lakukan di Bali?

    • Berjemur di pantai-pantai eksotis seperti Nusa Dua atau Jimbaran
    • Menjelajahi terasering padi yang hijau mempesona di Tegalalang
    • Merasakan ketenangan di Pura Uluwatu sambil menikmati matahari terbenam

    Pro Tip: Coba deh berkunjung ke desa-desa kecil di Bali seperti Sidemen atau Munduk. Di sana, kamu bisa merasakan kehidupan autentik Bali yang jauh dari keramaian!

    2. Palawan, Filipina: Surga Tersembunyi di Lautan Biru

    Palawan adalah bukti nyata bahwa surga itu ada di bumi. Dengan air laut yang sejernih kristal dan pemandangan bawah laut yang memukau, Palawan adalah destinasi impian para pecinta pantai dan snorkeling.

    Jangan Lewatkan Ini di Palawan:

    • Menjelajahi laguna tersembunyi di El Nido
    • Berenang bersama dugong di Busuanga
    • Mengunjungi Taman Nasional Sungai Bawah Tanah Puerto Princesa

    Fun Fact: Palawan pernah dinobatkan sebagai “Pulau Terbaik di Dunia” oleh majalah Travel + Leisure. Keren banget, kan?

    3. Siem Reap, Kamboja: Petualangan Sejarah yang Menakjubkan

    Bagi kamu yang suka sejarah dan budaya, Siem Reap adalah destinasi yang wajib dikunjungi. Kota ini adalah rumah bagi kompleks candi Angkor yang legendaris, salah satu keajaiban dunia yang akan membuatmu terpesona.

    Photo by Lukas Kloeppel on Pexels.com

    Apa yang Harus Kamu Lakukan di Siem Reap?

    • Menyaksikan matahari terbit di Angkor Wat
    • Menjelajahi kuil Ta Prohm yang dipenuhi akar pohon raksasa
    • Mencicipi makanan jalanan khas Kamboja di Pub Street

    Insider Tip: Coba sewa sepeda untuk menjelajahi kompleks Angkor. Selain ramah lingkungan, kamu juga bisa menikmati pemandangan dengan lebih santai!

    4. Koh Samui, Thailand: Surga Tropis dengan Sentuhan Modern

    Koh Samui menawarkan kombinasi sempurna antara keindahan alam dan kenyamanan modern. Pulau ini cocok banget buat kamu yang ingin liburan santai tapi tetap bisa menikmati fasilitas kelas dunia.

    Jangan Lewatkan Ini di Koh Samui:

    • Bersantai di pantai Chaweng atau Lamai
    • Mengunjungi patung Big Buddha yang ikonik
    • Menikmati spa dan perawatan tradisional Thailand

    Pro Tip: Jangan lupa untuk mencoba coconut ice cream khas Koh Samui. Rasanya seger banget dan cocok untuk menemani hari-hari panasmu di pulau!

    5. Luang Prabang, Laos: Ketenangan di Tengah Warisan Dunia

    Terakhir, kita punya Luang Prabang di Laos. Kota kecil yang tenang ini adalah tempat yang sempurna untuk melepas penat dan menikmati keindahan arsitektur serta budaya Laos.

    Apa yang Bisa Kamu Lakukan di Luang Prabang?

    • Menyaksikan upacara pemberian derma para biksu di pagi hari
    • Berenang di Air Terjun Kuang Si yang menakjubkan
    • Menjelajahi pasar malam yang penuh warna

    Insider Tip: Coba naik ke puncak Gunung Phousi saat matahari terbenam. Pemandangannya dijamin bikin kamu terpesona!

    Tips Perjalanan ke Destinasi Eksotis

    Nah, sebelum kamu berangkat, ada beberapa tips penting nih yang perlu diingat:

    1. Waktu Terbaik untuk Berkunjung: Umumnya, musim kemarau (November-April) adalah waktu terbaik untuk mengunjungi sebagian besar destinasi di Asia Tenggara.
    2. Persiapan Dokumen: Pastikan paspor kamu masih berlaku minimal 6 bulan dan cek kebutuhan visa untuk masing-masing negara.
    3. Packing Essentials: Jangan lupa bawa sunscreen, obat-obatan pribadi, dan pakaian yang nyaman untuk iklim tropis.
    4. Hormati Budaya Lokal: Asia Tenggara punya beragam budaya dan adat istiadat. Pastikan kamu menghormati norma-norma setempat ya!
    5. Jaga Kesehatan: Minum air kemasan, hindari es batu di tempat yang kurang higienis, dan bawa obat-obatan dasar seperti obat diare dan pereda nyeri.

    Nah, itu dia 5 destinasi eksotis di Asia Tenggara yang wajib kamu kunjungi tahun ini! Masing-masing tempat punya keunikan dan pesonanya sendiri. Tinggal pilih mana yang paling sesuai dengan selera liburanmu.

    Oh iya, sebelum merencanakan perjalanan, jangan lupa cek Panduan perjalanan lengkap di Travel Journal Changi Airport ya! Di sana kamu bisa mendapatkan inspirasi dan tips perjalanan yang lebih lengkap lho.

    Semoga artikel ini membantu kamu merencanakan liburan yang seru dan tak terlupakan di Asia Tenggara. Selamat berlibur dan jangan lupa share pengalaman seru kamu ya!

    Miskin

    Sepertinya sudah 2 pekan ini hujan terus di Jabodetabek. Tapi hujan yang terbilang lucu karena gerimis tipis-tipis namun lama sekali. Model gini pengen disyukuri tapi ya kehujanan, tapi pengen dikutuk kok ya masih bisa beraktivitas.

    Tadi pagi saya mengantar Kristof kunjungan SD. Kebetulan di kantor status saya dinas fullday meeting jadi masih cocoklah untuk hadir di lokasi tepat waktu. Terlebih lokasi meeting dekat dengan Stasiun.

    Jarak dari rumah ke SD itu sekitar 7 kilometer. Dan separonya macet parah. Untungnya, kami naik sepeda motor. Bukan untungnya juga sih, tapi ya adanya itu. Jadi walaupun kebasahan karena gerimis tapi motornya masih melaju dengan gembira.

    Sambil nyelip-nyelip di antara mobil-mobil bagus, saya merenung, kenapa sih saya miskin begini, padahal kalau dibilang gaji ya nggak bisa dibilang sedikit juga. Gaji saya sama istri itu kalau ditotal sebenarnya lumayan, tapi kok ya urip tetap nelangsa. Yah, sesederhana mobil saja nggak punya.

    Dalam renungan itu saya akhirnya tiba ke SD yang dituju. Eh, begitu saya mengantarkan Kristof ternyata di belakangnya muncul 2 orang teman sekolah yang anak artis. Anak pertama adalah putra kedua seorang gitaris dari band yang cukup kondang. Tidak berselang lama muncul putra tunggal pasangan komika dan selebgram. Yang unik, keduanya sama-sama naik motor.

    Memang sih, si anak vokalis itu diantar emaknya pakai Vespa. Tapi ya tetap saja roda doa. Tetap saja hujan-hujanan. Sama saja dengan anak saya.

    Demikianlah kiranya saya sebagai adik kelas jauh dari Rafael Alun Trisambodo menjalani refleksi dalam bermiskin-miskin ria sambil membandingkan kok bisa-bisanya ada kejadian 2 pekan belakangan.

    Embuhla~

    Mantan Gebetan: Refleksi Tentang Kematian Cinta

    Cinta adalah hal yang indah, menyenangkan, dan membawa harapan. Namun, pada suatu saat, cinta tersebut bisa berakhir dan kadang-kadang berakhir dengan sakit hati. Sama seperti halnya dengan mantan gebetan. Mantan gebetan adalah seseorang yang pernah kita cintai, namun kita harus merelakan mereka pergi.

    Banyak orang yang merasa sedih atau kesal ketika harus merelakan mantan gebetan pergi. Mereka bisa merasa ditinggalkan atau tidak memahami mengapa cinta yang pernah ada harus berakhir. Namun, pada kenyataannya, relasi cinta yang kandas memiliki beberapa manfaat bagi kita.

    Pertama, mengalami putus cinta membuat kita memahami arti sebuah cinta yang sejati. Kita belajar bagaimana untuk mencintai orang yang tepat, bukan hanya orang yang ada di depan mata. Kita juga belajar bagaimana untuk menghargai orang yang kita cintai dan tidak membiarkan mereka pergi.

    Photo by Isabella Mariana on Pexels.com

    Kedua, putus cinta juga membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat. Kita harus mengatasi sakit hati dan menemukan cara untuk bangkit dan melanjutkan hidup. Kita menjadi lebih dewasa dan memahami bahwa hidup tidak selalu indah, namun kita harus terus bergerak maju.

    Ketiga, relasi cinta yang berakhir membantu kita memfokuskan pada hal-hal yang lebih penting dalam hidup. Kita belajar bahwa cinta adalah bagian dari hidup, bukan segalanya. Kita menjadi lebih fokus pada keluarga, karir, dan hobi.

    Dalam kesimpulan, mantan gebetan adalah bagian dari proses belajar dan tumbuh dalam hidup. Kita harus menerima kenyataan bahwa cinta bisa berakhir dan memahami bahwa hal ini memiliki manfaat bagi kita. Kita harus terus bergerak maju dan mencari cinta yang sejati. Cinta yang sejati akan datang pada waktunya dan kita harus siap untuk menerimanya.”

    Catatan: postingan ini sepenuhnya dibuat sama ChatGPT~

    Bagaimana Jika Kita Berjumpa Anak Ber-DNA Dajjal di Playground?

    Sedang meluncur di Twitter, saya bertemu twit lucu yang satu ini. Lucu karena sangat relate dengan kehidupan saya.

    Saya termasuk rajin menemani anak main ke playground. Sebut sajalah nama-nama playground zaman sekarang, mulai dari Kidzilla, Zoomov, Kidzoona, dan sejenisnya. Nyaris semua sudah. Walaupun harga tiketnya seharga sekali fullday meeting, tapi apa sih yang nggak kalau buat anak semata wayang?

    Tentu ada masa vakum saat Isto tidak playground. Kurang lebih 2 tahun lamanya. Sebab sejak Maret 2020 dia benar-benar dikunci dari dunia luar. Baru main lagi sekitar pasca Gelombang Delta karena memang sayanya juga sudah mau masuk kerja lagi. Tapi itu juga ke Jakarta Aquarium. Kalau ke Kidzilla sih sekitar November. Bermula dari apartemen yang pemadaman listrik dan saya tidak punya pilihan lagi untuk menjaga anak sembari Zoom, maka saya bawalah ke Kidzilla.

    Dan memanglah akan selalu ada saja anak ber-DNA seperti yang disebut di twit tersebut. Dan sejujurnya saya tidak pernah menyalahkan anaknya. Anak mah tergantung pendidikannya. Dan model begitulah yang terjadi. Biasanya, orangtua dari anak semacam ini yang akan selalu berkata, “namanya juga anak-anak” ketika anaknya menyakiti anak saya dan anak-anak lain di sekitarnya.

    Padahal, kalau lagi di playground, saya selalu berada di jarak aman dengan Isto. Sekurang-kurangnya, untuk memastikan bahwa dia akan bisa diamankan jika cari perkara. Tapi sejauh ini, cenderung aman-aman saja. Ketika kemudian suasana sudah tidak baik dengan kehadiran anak-anak yang tentunya berpendidikan baik karena masuk playground itu jelas nggak murah, saya langsung menarik anak saya sudah tidak kenapa-kenapa.

    Paling enak sih sebenarnya kalau ada bapaknya. Bapack-bapack pada dasarnya enggan untuk konfrontasi. Secuek-cueknya bapack-bapack menemani anak sambil lihat hape, biasanya selalu tanggap kalau anaknya mengganggu anak lainnya. Itu dia kalau seorang anak sedang bertanya sama bapaknya, saya masih bisa menahan Isto senakal apapun anak itu. Cuma kalau sebaliknya, mending saya bawa jauh-jauh.

    Tapi ya nggak selalu demikian, sih.

    Kemarin dari Jakarta ke Medan, saya sebelahan persis sama ada lah gitu anak semacam ber-DNA demikian. Sudahlah nggak pakai masker, ini anak juga petakilan nggak karuan di dalam pesawat. Pakai tidur segala dengan kaki mengusik kaki saya. Eh, begitu saya lihat, bapaknya malah turu. Ini salah satu contoh Bapak Dajjal memang~

    Saya sebalnya adalah sudah tahu bawa anak, ya mbok preparasi. Saya pas sama Isto dari Solo itu benar-benar berusaha menaruh Isto antara jendela dan saya. Biar nggak mengusik orang lain kalau dia petakilan. Caranya? Ya kalau memang harus beli add-on saat pesan tiket ya lakukanlah. Jangan terus bikin anak jadi pengganggu orang lain.

    Bulan Tanpa Posting

    Dari dulu, blog ini selalu ada 1 posting minimal sebulannya. Dan ini baru sadar sudah 31 Agustus 2022 tapi belum ada post. Saya sungguh mikir-mikir untuk mempertahankan blog pakai dot com begini ketika mengisinya saja sudah tidak sempat. Dulu dia bisa menghidupi diri sendiri, sekarang sudah tidak. Ya bagaimana orang tertarik pasang konten berbayar kalau diisi saja tidak~

    Jadi ya sudah, ini post memang sengaja dibuat biar sekurang-kurangnya ada konten di bulan Agustus 2022. Semoga sih ke depan nggak seperti bulan ini. Heuheu.

    WIB-Sentris Era Zoom Meeting yang Menggemaskan

    Beberapa waktu yang lalu, saya dinas ke Ambon. Itu adalah kali pertama saya sejak 2015 berdinas di zona waktu +2. Tahun 2015 itu saya dinas ke Jayapura. Yah, memang nasibnya jarang-jarang ke WIT. Masanya tentu beda banget. Hari-hari ini adalah era Zoom Meeting dan tentu saja dinas ke luar kota tidak menghalangi agenda untuk disuruh Zoom Meeting.

    Kala itu bulan puasa, jadi seharusnya kantor selesai jam 15.00 WIT. Saya baru sadar bahwa 15.00 WIT itu adalah 13.00 WIB. Jam favorit orang WIB untuk mengundang rapat. Ah, jangankan itu. Undangan rapat jam 15.00 WIB pun sering, kan? Hal itu berarti rapatnya adalah 17.00 WIT. Itu jamnya orang pulang kantor.

    Photo by Anna Shvets on Pexels.com

    Nah, kebetulan banget, beberapa hari lalu saya mendapat tugas untuk nge-desk salah satu kantor di WIT. Karena satu dan lain hal terjadi perubahan jadwal yang menggemaskan (karena makin jadi tren di era Zoom, seolah-olah semua orang itu jadwalnya kosong jadi jadwal bisa digeser seenaknya). Walhasil, daripada pening, saya sebagai Ketua Tim memutuskan untuk sesekali orang WIB di kantor pusat mengikuti jadwalnya orang WIT.

    Yha, saya mengajukan jadwal desk itu jam ENAM PAGI WAKTU INDONESIA BARAT. Saya belajar dari upacara Hari Lahir Pancasila yang berpusat di Ende (WITA) dan kemudian memaksa para pejabat di Jakarta bisa upacara pukul 06.30 pagi. Dalam skala yang lebih kecil, desk yang saya lakukan dapatlah berupa penyesuaian itu.

    Kalau teman-teman yang di WIT itu bisa Zoom Meeting nyaris tiap sore ke malam, masak sih orang-orang WIB yang katanya orang Pusat itu nggak bisa bikin Zoom Meeting mengikuti jadwal kantor di WIT. Ketika saya mulai jam 6, itu di Papua kan sudah jam 8. Sudah jam kantor. Sebuah penyesuaian yang menarik.

    Begitulah rapat-rapat Zoom ini dalam satu sisi memudahkan, sih. Banyak orang bisa berkumpul dan bisa merapat dengan cepat. Cuma masalahnya saking mudahnya, jadi bikin keenakan. Dikit-dikit rapat. Rapat-rapat dikit. Teman-teman di daerah itu paling ngerasain, lah, sebab teman-teman di unit vertikal di daerah maupun juga Pemda berhadapan dengan begitu banyak program dari Pusat. Kalau Pusatnya sembrono bikin rapat karena begitu mudahnya langganan Zoom, korbannya ya daerah. Paling gawat adalah kalau lupa atau nggak bisa mengikuti, yang salah bukan yang mengundang, tapi yang nggak mengikuti.

    Sejujurnya, saya berpikir harus ada pembatasan. Tidak lagi setiap unit kerja bisa punya 4-5 akun Zoom yang bisa digunakan seenaknya. Harus ada keterbatasan ruang rapat yang kemudian membuat pengaturan pertemuan menjadi realistis bagi yang diundang untuk menghadiri. Zoom 2, 3, atau 4 itu nggak akan ada faedahnya. Serius, deh. Otak ini nggak bisa melakoni lebih dari satu pekerjaan yang sama persis dalam satu waktu.

    Saya nggak tahu dan nggak peduli tentang apapun yang akan dipikirkan orang tentang keputusan saya kemarin bikin desk jam 6 pagi yang kemudian bikin repot banyak orang WIB. Mulai dari yang buka Zoom, mengawal room, dan lain-lain. Saya sih lebih fokus pada upaya memberi pengalaman baru sekaligus sesekali menciptakan kondisi terbalik. Nggak harus WIT selalu mengikuti WIB. Sesekali, WIB bisa mengikuti jadwalnya WIT.

    Realistisnya sih rapat itu mulai dari 8 WIB (10 WIT) dan bisa diakhiri rentangnya pada 14 WIB (16 WIT). Sebenarnya bisa, kalau yang Pusat itu nggak egois. Wk.