Cara Paling Sederhana Memahami Material Requirement Planning (MRP)

screenshot_31

Lagi selo ditinggal bini ke Yurop, bikin saya baca-baca lagi blog ini. Rupanya selain orang-orang yang mencari jodoh dan kesasar ke 14 Tanda-Tanda Jodoh, salah satu topik yang ngehits di ariesadhar.com adalah tentang PPIC. Boleh dibilang, posting tentang PPIC itu adalah yang paling interaktif. Bahkan ada juga yang konsul via LINE dan via surel kepada saya tentang PPIC. Ah, senangnya!

Oke, ada baiknya saya melanjutkan postingan tentang PPIC itu dengan aspek-aspek mendetail dari PPIC. Postingan panjang lebar tentang PPIC memang sudah menjelaskan semuanya dengan gamblang tapi tidak mendetail. Begitulah, berdasarkan komentar-komentar yang saya baca dan hasil googling juga, tampak bahwa tulisan-tulisan tentang PPIC itu masih terlalu tinggi alias kurang membumi. Sama persis dengan saya ketika pertama kali belajar MPS dan MRP, sampai baca buku 3 kali juga nggak ngerti. Pahamnya kapan? Pas disuruh bikin MPS betulan dan bubrah kabeh. HUAHUAHUA.

Mari kita mulai dari bagian yang paling saya kuasai, meskipun sebenarnya tidak saya sukai. Ya, Inventory Planning. Pada awal jadi PPIC, pekerjaan saya sepele. Hanya pegang 30-an produk, semuanya impor dan hanya butuh repack. Enak toh? Sebagian repacknya cuma tinggal memberi label. Sebagian memang pakai kotak. Tapi seberapalah itu. Gampang sekali untuk dikelola. Masalah hanya muncul kala kapal yang bawa obat dibajak sama Somalia. Atau kena problema di pelabuhan. Maklum, masuknya kan di Indonesia. HUAHUAHUA (lagi).

Tiba-tiba segalanya berubah. Inventory Planning asli resign, penggantinya resign juga. Penggantinya lagi mendadak hamil, eh, ya nggak apa-apa ding, wong sudah sah. Walhasil, karena saya tidak bisa hamil, sayalah yang didapuk untuk menggantikan posisi Inventory Planning itu.

Bicara Inventory Planning jelas banget akan langsung bicara tentang Material Requirement Planning alias MRP. Dalam beberapa buku, terminologi ini disingkat dengan PKM alias Perencanaan Kebutuhan Material. Suka-sukalah. Urusan istilah saja nggak ada apa-apanya dengan pusingnya mengerjakan MRP.

Sederhananya, MRP adalah proses perencanaan untuk menyediakan material yang dibutuhkan secara tepat waktu dan tepat jumlah, serta kalau bisa tepat harga.

Walah, sederhana sekali?

Kene, tak tapuk ndasmu.

Definisinya memang benar-benar sederhana, namun repotnya setengah mati. Kenapa? Kalau saya kebetulan bekerja di pabrik farmasi, jadi satu obat bisa terdiri dari 10-20 material yang berbeda-beda. Ada yang satu karung, ada yang cuma setetes. Nah, yang setetes ini kan belinya nggak bisa setetes toh? Harus satu botol, minimal. Belum lagi karena ini obat, hampir pasti semua bahan punya waktu kedaluwarsa, jadi kita nggak bisa suka-suka beli kayak Taylor Swift suka-suka pacaran.

Kalau obat terlalu ribet dan es teh sebagai logika dasar sudah dipakai di posting PPIC. Mari kita ambil contoh nasi goreng saja, yha. Nasi goreng sama teh manis kayaknya enak. Tapi lebih enak lagi kawin, sih, mblo.

Sebelum masuk ke implementasi contoh nasi goreng, mari kita tengok sedikit konsep dasar sekali dari MRP. Seperti halnya pacaran butuh dana, kasih sayang, dan restu maka dalam MRP butuh tiga aspek sangat penting yakni: RENCANA PRODUKSI, DATA INVENTORY, dan FORMULA atau BILL OF MATERIALS.

Tenang, saya nulis pakai caps lock bukannya nesu, cuma pengen aja.

MRP tanpa ketiga hal itu adalah hampa dan tidak akan membuahkan apa-apa. Sama persis dengan pacaran, punya duit, saling cinta, tapi nggak ada restu. Kosong, kak. Sebagai gambaran, rencana produksi nasi goreng sudah kita ketahui, rincian bahan-bahan untuk membuat nasi goreng juga sudah kita punya. Lalu tanpa data inventory, kita akan bingung dengan sempurna. Ini akan ada produksi nasi goreng tanggal sekian, butuh bawang sekian.

Stok bawang ada nggak? Kalau ada, berapa banyak? Cukupkah? Kalau nggak, misalnya kita minta sekarang, itu bawang datangnya kapan? Pas lebaran? Lu kate mudik?

Sekali lagi, tiga poin penting tadi nggak bisa ditoleransi, ditunda-tunda, apalagi dinikahi!

Sekarang misalnya Mamang Tukirin akan bikin 10 piring nasi goreng minggu depan. Ini disebut rencana produksi. Sambil mengelus-elus kepalanya yang botak, dia menghitung stok kecap, bawang, nasi, dan bahan-bahan lainnya. Bagian ini disebut data inventory. Sedangkan formula alias resep rahasia Kraby Patty telah tersimpan manis di dalam kekinclongan jidat Mamang Tukirin.

Yeay, kita siap melaksanakan MRP jika begini!

Ini MRP sederhana, ya. Masalahnya, hidup kan tidak sesederhana kata Mario Teguh. Mamang Tukirin telah menghitung bahwa untuk membuat 10 piring nasi goreng pekan depan, dia kekurangan 1 kilogram bawang. Dalam konteks tertentu, informasi ini cukup. Tapi jika 10 piring nasi goreng itu harus ada, maka 1 kilogram bawang harus ada pekan depan agar proses produksi bisa dimulai.

Pertanyaan mendasar kemudian muncul, beli bawang di mana? Sudah pasti bagus, kan? Dari pesan sampai diantar berapa lama? Sekali beli minimal berapa kilo? Dan lain-lainnya, deh. Ini disebut data inventory. Kita nggak bicara hanya stok yang tersisa, tapi kita harus paham tentang pemasok yang sudah disetujui (approved vendor list) hingga jumlah order minimal alias Minumum Order Quantity. Kan ngeri kalau MOQ 100 kilogram, sementara Mamang Tukirin hanya butuh 1 kilogram.

Nyolong wae nek ngono.

Nah, MRP itu apa outputnya?

Dengan modal tiga hal penting itu tadi, ditambah paksaan bos untuk menggelar karpet merah karena Presiden mau lewat, MRP pada akhirnya akan membuahkan sebuah keputusan penting dengan rumusan tanggal sekian bikin order barang anu jumlah sekian, nggak mau tahu.

Modar!

Output MRP kalau di tempat saya dulu bekerja adalah Purchase Requisition (PR). PR ini ya itu tadi, isinya tanggal lepas PR, barang yang dibutuhkan, jumlahnya yang diinginkan dan tanggal dia harus ada di lokasi. PR ini kemudian akan menjelma menjadi Purchase Order (PO) untuk kemudian diorderkan ke pemasok.

Masalahnya adalah kecuali pabrik OBH Combi dan pabrik Promag, hampir pasti 1 pabrik itu produknya lebih dari 1. Sebut saja dalam kasus Mamang Tukirin adalah nasi goreng seafood, nasi goreng pete, nasi goreng babi, nasi goreng kenangan, dan lain-lain.

Jelas, hasil MRP dalam konteks Mamang Tukirin adalah kekurangan kebutuhan sekian banyak nasi, sedikit pete, secuil babi, dan sebongkah kenangan. Kekurangan itu harus dan mesti telah memperhitungkan stok yang ada di gudang. Nasi digunakan di banyak produk, pete tidak. Inilah seninya MRP, harus bisa memastikan semua bahan ada. Jangan sampai gara-gara salah hitung, babinya ada, petenya ada, kenangan lekat, eh nasinya nggak keorder. Saya jamin, PPIC semacam ini akan dipecat sejak kesempatan pertama.

Jadi bagaimana? Cukup paham? Kalau belum, monggo ditulis di komentar, yha, biar saya lengkapi.

Ciao!

21 thoughts on “Cara Paling Sederhana Memahami Material Requirement Planning (MRP)”

    1. Sebenarnya sama saja, kok. Konsep MRP sederhananya ya seperti dijelaskan di tulisan ini. MRP II lebih ke kompleksitas dengan penambahan perhitungan kapasitas, penjadwalan jangka panjang, dll.

      Like

  1. makasih banget bang :”) pencerahan banget ini, kebetulan aku mau ambil judul tntg metode MRP buat skripsiku yang tak kunjung di acc :”)))) semoga yg ini di acc ya bang :”)

    Like

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.