[Review] Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1

warkop

“Jangan kau ulang-ulang.”

Mari kita mulai review ini dengan quote paling sip versi saya dari karya besutan Anggy Umbara nan paling hits. Saking hits-nya, di Setiabudi XXI, isinya boleh dibilang hanya film ini saja. Keren, sih, sampai-sampai cerita pesawat mendarat di sungai terlewatkan. Seandainya film Indonesia selalu demikian. Heuheu.

Kenapa quote itu yang saya pilih? Tentu saja karena di film ini kita akan menemukan banyak hal yang berulang. Dari apa? Jelas, dari film legendaris Indonesia yang dimainkan oleh Drs. H. Wahyu Sardono (Dono), Drs. Kasino Hadiwibowo (Kasino), dan Drs. H. Indrodjojo Kusumonegoro (Indro). Kita akan menemukan kisah CHIPS, kebodohan klasik ala Warkop DKI, komedi yang terbilang kasar dan sesekali ditunjang komedi menggunakan perempuan seksi. Tentunya dengan aspek kebaruan yang dicoba untuk diangkat.

Bagi penggemar film pasti tahu tiga aktor yang memerankan Dono, Kasino, dan Indro dalam kisah ini. Bukan apa-apa, soalnya cuplikan film ini telah muncul berkali-kali dalam pembuka tayangan bioskop lainnya. Waktu saya nonton Sabtu Bersama Bapak, bahkan trailer itu diputar dua kali. Mungkin biar hapal.

Sejak awal, film ini menggunakan pola lama, terutama memotret keanehan-keanehan ibu kota. Mulai dari orang naik motor sambil bawa kardus, bawa ember, termasuk juga typo-typo kecil di sekitar kita.

Sebelum film benar-benar dimulai, ada Indro Warkop asli yang tampil sebagai host Berita Dalam Dunia. Tepat sesudah dimulai, Abimana yang didaulat menjadi Dono, Vino G. Bastian yang menjelma menjadi Kasino, dan Tora Sudiro yang menjadi titisan Indro mulai membangun karakternya masing-masing. Bagi saya, oknum pertama yang berhasil mengambil hati adalah Tora alias Indro dalam adegan CHIPS menilang Bintang Bete. Bagi Tora mungkin main komedi bukan hal sulit karena dia sudah sering main komedi sebelumnya. Jadi untuk mengambil hati adalah mudah, namun kondisi ini bikin Tora jadi terbeban untuk menampilkan Indro, bukan Tora.

Urutan kedua dalam hal masuk ke jiwa Warkop adalah Abimana sebagai Dono. Dia memulai dengan perlahan sebelum akhirnya masuk dalam alur Warkop pada adegan kecebur di kali. Bagi Abimana, tampil bermain komedi boleh jadi tantangan tersendiri, apalagi sebelumnya dia memainkan sosok Bapak yang sangat berwibawa. Polesan artistik pada Dono begitu pas, termasuk soal gigi dan perut.

Adalah Vino G. Bastian yang terakhir kali masuk dalam rasa Warkop. Bagi saya, adegan di jalur busway belum Kasino banget. Dia mulai terasa Kasino ketika balik ke kantor mengambil kunci untuk kemudian muncul istilah “Jangkrik Boss!”. Vino memang memulai dengan lambat, namun sesudahnya dia terbilang berhasil membawakan sosok Kasino yang simpel itu. Kita sama-sama tahu bahwa sosok Dono, Kasino, dan Indro punya warna masing-masing yang saling melengkapi, dan dalam konteks ini Kasino-nya pas.

Secara komedi, saya baru mulai tertawa banget adalah dalam adegan tukang pos. Beberapa komedi cenderung bikin berpikir dahulu dan ketika ingin tertawa, adegannya sudah lewat. Namun, sindiran tajam pada kondisi kekinian terasa begitu kental sepanjang film. Mulai dari pejabat nyaru malaikat hingga urusan membakar hutan bukan kesalahan karena bisa ditanami lagi. Oh, termasuk HAP. Gile, bisa-bisa memasukkan unsur HAP ini.

Secara alur saya masih bingung tentang plotnya karena memang filmnya dibagi dua. Jadi ada baiknya menganggap semua kejadian terpisah-pisah saja, dan terhubung dalam sebuah alur. Kalau dipikir bahwa satu hal akan mempengaruhi hal lainnya kiranya terlalu berat. Ini kan film komedi. Mungkin nanti kalau sudah film kedua, bisa disimpulkan. Ya, semoga saja filmnya 2 bagian saja dan tidak dipaksakan layaknya Comic 8 yang lama-lama jadi antah berantah.

Boleh dibilang, selain quote favorit tadi, bagian paling favorit dari keseluruhan film adalah dialog dengan Pakde Slamet yang dimainkan secara epik oleh Tarzan. Dialognya simpel, tapi bagi saya lucu.

Sekarang–seperti biasa–soal detail kecil. Pertama-tama, dugaan saya kantor CHIPS di awal film adalah gedung SMESCO. Jangan-jangan, CHIPS adalah PNS Kementerian Koperasi dan UKM? Heuheu. Detail yang paling mengecewakan adalah saat akan bertandang ke rumah Pakde Slamet. Jelas sekali layar hijaunya. Masalahnya, latarnya itu cuma sekadar rumah Jawa besar. Semestinya nggak terlalu sulit untuk ditemukan. Sayang saja, sih. Bikin adegan motor terbang saja mulus, masak cuma latar rumah malah kurang.

Kemunculan Om Indro yang asli juga entah mengapa kadang-kadang malah mengganggu. Dalam adegan tilang, cocok. Dalam adegan minion? Walah. Nggak ngerti saya maksud dan tujuannya.

Oh iya, satu lagi, mengingat humor Warkop menggunakan istilah yang kadang-kadang kasar dan juga ada beberapa belahan dada yang tampak, kiranya akan lebih baik untuk berpikir ulang jika hendak membawa anak-anak. Saran saja, kok. Keputusan terserah Bapaknya, keputusan Bapak tergantung uang jajan dari Ibunya. Begitu.

Kira-kira demikian, seperti saya bilang tadi, soal alur jangan terlalu dipikirkan. Mikirnya nanti saja film edisi kedua. Mari kita tertawa sambil nostalgia bersama Warkop DKI Reborn.

Jangkrik, Boss!

9 thoughts on “[Review] Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1”

  1. “Keren, sih, sampai-sampai cerita pesawat mendarat di sungai terlewatkan”
    Itu yg aku suka…!
    Lebih dalam cerita pesawat yg nyebur di sungai, apalagi pas bagian komentar aktor utama dlm persidangan…dalam banget

    Like

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.