18 Alasan Kamu Harus Datang ke Bukittinggi

Well, well, well. Sudah berapa kali saya menulis tentang Bukittinggi di blog ini. Cukup banyaklah pokoknya. Cari saja sendiri, kalau nggak percaya. Memang, sih, saya lelaki, susah dipercaya. Tapi plis, tolong dipahami! Okesip. Bicara kota Bukittinggi tentu saja nggak akan ada habisnya. Sudah begitu, kamu belum pernah datang ke Bukittinggi? Ah, sayang sekali. Supaya semakin termotivasi, berikut ini saya beberkan secara gamblang bahwa ada DELAPAN BELAS alasan kamu harus datang ke Bukittinggi. Banyak, kan? Makanya. Terus apa saja 18 alasan itu? Ini, nih.

1. Malalak dan Lembah Anai

Anggap saja kamu datang ke Sumatera Barat via langit. Otomatis kamu akan mendarat di Bandar Udara Internasional Minangkabau (BIM). Setelah bergelut dengan serbuan tawaran travel yang dimulai dari sejengkal sejak pintu keluar. Yup, sebagaimana banyak jalan menuju Vatikan sambil selfie, eh, Roma, maka ada beberapa jalan juga menuju Bukittinggi dari BIM ini. Dua jalan yang paling umum boleh dibilang memiliki karakteristik tersendiri, sekaligus menjadi alasan bagi kamu untuk pergi ke Bukittinggi. Kenapa? Baru menuju Bukittinggi saja, sudah disuguhi pemandangan keren.

Via Malalak, boleh dibilang adalah jalan alternatif dari jalur utama Padang-Bukittinggi. Umumnya, travel tidak akan lewat Malalak kecuali ada penumpang yang turun di Balingka dan sekitarnya, atau jalur utama sedang macet parah. Menurut seorang Bapak yang turun di Balingka waktu saya mudik via Malalak kemaren, jalur Malalak ini adalah menyusuri pinggangnya gunung Singgalang. Begitu saya googling, katanya Tandikat. Yang bener yang mana? Heu. Jalur ini boleh dibilang rawan longsor dan penuh batu besar, plus ada beberapa cerita mistis soal batu besar. Plus, dari ketinggian tertentu, kita bisa melihat LAUT! Bayangkan betapa tingginya.

Sumber: 2persen.wordpress.com
Sumber: 2persen.wordpress.com

Terus kalau via jalur normal, sudah dipastikan kita akan menyaksikan pemandangan klasik benama Lembah Anai, dan air terjun yang legendaris. Saking legendarisnya, ketika musim liburan para pengunjung mampir dan, ya, lumayan bikin macet. Tapi, tetap saja, indah.

west-sumatra-trip-2013-0221
Sumber: terbanglayang.wordpress.com

Jadi nggak usah takut, lewat manapun, selalu ada alasan untuk pergi ke Bukittinggi.

2. Kotanya Kecil

Saya belum cek lagi kebenarannya, tapi kemaren itu Bapak saya bilang kalau luas Bukittinggi itu hanya sekitar 17 kilometer persegi. Saya mestinya percaya sama Bapak saya mengingat beliau sudah tinggal di Bukittinggi sejak tahun 1977. Tahun segitu, David Beckham saja masih netek sama mamaknya. Kalau dikira-kira dengan peta berikut ini, mestinya sih Bapak saya benar, kalau meleset ya nggak jauh.

2009-10-12_peta_administrasi_kab_bukittinggi_BNPB-585x413

Lalu kalau kecil kenapa? Luasan 17 kilometer persegi itu kira-kira kan empat kali empat kilometer. Jadi, kamu cukup menempuh jarak segitu saja untuk mengelilingi kota Bukittinggi. Ya, jarak segitu itu bahkan lebih pendek daripada jarak teman saya yang rumahnya di Bekasi untuk pergi ke kantor yang berada di Jakarta. Jadi, kamu bisa mendapatkan semuanya tanpa berkeliling terlalu banyak. Makanya, kalau ke Bukittinggi, pastikan semua destinasi telah terjamah karena sebenarnya kamu bisa menikmati semua destinasi di Bukittinggi dalam waktu yang singkat karena semuanya terbilang dekat.

3. Jam Gadang

Ah, cerita soal ini tentu sudah bisa ditonton di aneka tayangan televisi dan aneka posting blog. Sudah terlalu jamak.

IMG_5199

Tapi baiklah, karena saya baik, saya kasih satu ulasan tentang jam gadang.

4. TIDAK ADA MAL!

Ini harus di-CAPSLOCK, dan semoga didengar oleh Pak Walikota, yang tentu saja kenal sama Bapak saya. Kayaknya, sih, Bapak saya pas jadi kepala sekolah sering ketemu sama Walikota. Ya, di Bukittinggi ini tidak ada mal. Jadi bagi warga ibukota dan ibutiri yang ingin mencari suasana berbeda tanpa harus pusing-pusing mikir destinasi yang tahu-tahu ujungnya mal lagi-mal lagi, di Bukittinggi solusinya. Satu-satunya benda mirip mal adalah Bukittinggi Plaza yang sejatinya adalah Ramayana. Soal Bukittinggi Plaza ini terjadi pengalaman katro oleh saya. Jadi, ceritanya Mamak itu kan doyan Rotiboy. Setiap kali pulang saya belikanlah benda itu untuk oleh-oleh. Cuma karena di salah satu terminal adanya Roti O, ya saya beli saja, wong rasa dan bentuknya mirip. Suatu hari, saya dan Mamak jalan-jalan ke Bukittinggi Plaza ini, aroma khas roti sejenis itu semerbak membahana meluas ke seluruh angkasa raya mempelai berdua. Ternyata ada yang jual Roti O di tempat itu, dan saya jauh-jauh beli di Bandara Soekarno-Hatta. Siaul.

5. Pensi

Bukan pentas seni yang makin kesini makin menghabiskan budget sekolah untuk membayar artis-artis mahal, tapi sebuah makanan enak berupa kerang kecil yang memang hanya ada di Sumatera Barat.

images

Pas mudik kemaren, saya cuma beli dua bungkus di sekitar Jam Gadang. Dalam 5 menit saya didemo adek-adek karena cuma beli dua. POKOKNYA PENSI INI SYURGA!

6. Lapangan Kantin

Ini adalah salah satu tempat jogging di Bukittingi, plus juga tempat jajan. Jadi habis jogging satu putaran, makan bakso dua mangkok, demikian seterusnya sampai sadar bahwa kegiatan itu tidak membuat kurus, bahkan jadi sebaliknya. Lapangan ini sejatinya bernama Lapangan Wirabraja, cuma memang tenarnya adalah Lapangan Kantin.

5608660029_1bbac12a7e

Lapangan ini adalah tempat yang akan tampak begitu masuk Bukittinggi via jalur utama, persis di depan kantor walikota lama. Kalau pawai 17 Agustus, biasanya ramai karena jadi pusat kegiatan. Bahkan Ariel pernah manggung disini, tentunya bersama NOAH.

7. Pisang Kapik

Pisang menjadi alasan kamu harus ke Bukittinggi? Iya, beneran, ini serius. Saya sendiri selalu mencari benda itu setiap kali mudik. Padahal ya sepele, cuma pisang dibakar sedikit, lalu dipenyet, terus makannya pakai kelapa yang sudah bersatu dengan gula merah.

uytc8R3M6Q

Tampak menggiurkan? Makanya, datanglah ke Bukittinggi.

8. Pasar Atas, Pasar Lereng, dan Pasar Bawah

Ini bagian paling menarik di Bukittinggi kalau buat saya. Jadi, persis berhadapan dengan Jam Gadang itu ada yang namanya Pasar Atas. Ini tentu beda dengan Pasar Atas di Cimahi. Nah, di sebelah Pasar Atas, ada yang namanya Pasar Lereng. Namanya juga lereng, pasarnya memang berada di jalan yang miring. Sudah jelas? Ada pasar di atas, ada jalan menurun, tentu ada bawah. Yup, di ujung Pasar Lereng, kita akan memasuki Pasar Bawah. Walaupun tidak distratifikasikan dengan jelas, namun secara umum bisa dilihat perbedaan dari benda-benda yang dijual di masing-masing pasar. Kalau Pasar Atas, kira-kira begini:

img_20120409182433_4f82c6f14ed1f

Kalau Pasar Lereng, kira-kira begini:

08-suasana-pasar-lereng
Sumber: bhellabhello.wordpress.com

Kalau Pasar Bawah, ini:

1359646265

Beda kan? Itu dia khasnya. Tiga pasar yang berdekatan dengan konten belanjaan yang berbeda. Pasar Atas biasanya kalau tanggal muda, Pasar Lereng kalau butuh perifer yang agak miring. Oh, buku bajakan juga ada dijual disini. Pasar Bawah untuk kebutuhan sehari-hari. Sekali lagi, tidak ada batas jelas, karena di Pasar Bawah juga ada kok yang jualan celana.

9. Jenjang Demi Jenjang

Selain jenjang pernikahan, maka ada jenjang beneran di dunia ini. Dan itu adalah salah satu kekhasan Bukittinggi. Tentu saja dikarenakan struktur perbukitan. Bagaimanapun memang harus ada jenjang sebagai sarana turun atau naik.

Di sepanjang Pasar Lereng saja kiranya ada dua jenjang. Salah satunya adalah Jenjang Gudang tempat saya dulu sering main PS. Satunya lagi adalah akses cepat Pasar Lereng ke Pasar Bawah. Ini belum termasuk jenjang lain yang menghubungkan Pasar Atas ujung belakaaang dengan jalur Pasar Bawah-Pasar Banto, tempat dimana pertama kali saya melihat payudara wanita dalam keadaan sadar karena tahun 2000-an awal ada wanita kurang waras yang berkeliaran di sekitar situ, entah sekarang.

Jangan lupa pula menghitung salah satu tempat wisata bernama Janjang Saribu alias Jenjang Seribu yang merupakan pekerjaan melelahkan karena menghubungkan bagian atas dan bawah Ngarai Sianok. Saya pernah menaiki jenjang itu tahun 2000, saat itu belum diarap seserius sekarang. Dan kalau di usia belia nan merdeka itu saya sudah merasa lelah, bagaimana sekarang? Itu kan saya yang sudah belasan tahun tinggal. Kalau kamu yang belum, harus mencicipi satu per satu.

10. Tidak Ada Rumah Makan Padang

“Makan apa hari ini?”
“Padang.”

Itu adalah obrolan khas di kalangan PNS, terutama di akhir tahun ketika pertemuan dan rapat berhamburan. Iya, nama kota Padang identik dengan nama makanan. Nah, tentu kamu ingin berada dalam kondisi ketika di sekitarmu tidak ada yang namanya Rumah Makan Padang, karena yang ada hanya nama seperti:

Rumah Makan Simpang Raya
Rumah Makan Gon Raya
Rumah Makan Ganto Sori

11. Panorama dan Lubang Jepang

Bagaimanapun Bukittinggi pasti identik dengan dua hal ini, dan tentu saja keduanya harus jadi alasan bagi kamu datang ke Bukittinggi. Memangnya apa sih yang bakal kamu lihat? Kalau di Panorama, sejatinya ya memandang ombak di lautan yang kian blablabla Ngarai Sianok secara lepas. Kalau pas masanya, kita juga bisa menyaksikan performa di Medan Bapaneh yang ada di taman dalam Panorama. Tolong, ya, Panorama disini adalah nama tempat, bukan mode motret di smartphone. Di Panorama ini juga ada gardu pandang, supaya kamu bisa melihat Ngarai Sianok dengan lebih lapang. Tapi bukan disitu serunya. Dekat gardu pandang ini ada kumpulan monyet sebenar-benarnya liar yang bakal mendekat karena ada kacang–yang dijual mahal di dekat situ. Hati-hati karena mereka beneran liar, dan tidak segan-segan menyeringai kepada pengunjung.

Lubang Jepang tentu sudah kita kenal bersama karena pernah nongol di acara hantu-hantuan. Lha, ya jelas, menurut ngana tempat macam ini nggak angker apa? Lubang yang digarap di masa penjajahan dengan tujuan perlindungan, sekaligus sebagai markas, sekaligus juga memakan banyak korban jiwa dalam proses pembuatan plus dalam proses politik dan militer yang terjadi di bawah sana.

Selain cukup seru dan mencekam, cobalah datang saat Lubang Jepang sedang peak season, dijamin kamu akan merasakan sensasi rebutan oksigen di bawah sana.

12. Ngarai Sianok dan Great Wall

Ngarai Sianok adalah kunci, karena keajaiban alam inilah yang menjadi ciri khas dari Bukittinggi. Sebuah sungai membelah dua bukit dalam rentang jarak yang cukup panjang. Ngarai Sianok telah diabadikan dalam banyak tulisan bahkan hingga prangko. Gini-gini saya dulu filatelis.

Nah, salah satu yang cukup menonjol dan tampak di Ngarai Sianok jika dilihat dari Panorama adalah bangunan semacam tembok Cina versi mini. Inilah yang disebut sebagai Great Wall Koto Gadang. Mungkin kalau diterjemahkan menjadi Tembok Gadang Koto Gadang.

Menurut cerita para pedagang sekitar, bangunan ini adalah prakarsa dari Tifatul Sembiring dan para perantau asli desa setempat yang sudah sukses. Diceritakan bahwa jalur Great Wall itu merupakan jalur ketika Tifatul Sembiring sekolah di SMP4. Dari Koto Gadang ke seberang via Ngarai Sianok. Untuk menegaskan prakarsa, ada tanda tangan Tifatul Sembiring di bangunan sisi Koto Gadang. Memang karena Tifatul adalah putra Koto Gadang jadi semuanya diletakkan disana. Bangunan ini sendiri berbeda bermakna dari sisi Bukittinggi dan sisi Kota Gadang. Di sisi Bukittinggi tidak ada undak-undakan, tidak ada dinding, sebatas lantai batu.

Walaupun sekarang kondisinya agak meragukan–terbilang rawan longsor–tapi pengalaman melewati Great Wall ini adalah sensasi yang membuat kamu harus datang ke Bukittinggi.

13. Nasi Kapau dan Kerupuk Sanjai

Jangan kaget kalau naik angkutan umum dan kamu mendengar, “Kapau!” atau “Sanjai!”. Para supir dan kernet itu bukannya lapar, tapi memang dua kata tersebut adalah nama tempat. Jadi, kamu nggak sekadar tahu Nasi Kapau dan Kerupuk Sanjai, tapi juga tahu nama tempat aslinya. Makanya, ketika orang lain selalu bangga membeli Sanjai merk Christine Hakim nan kesohor itu, saya selalu bangga membeli Sanjai asli di Sanjai. *maksud aslinya adalah ngirit, sih*

14. Ikabe dan Mersi

Tidak ada istilah angkot, metromini, apalagi busway di Bukittinggi. Dua angkutan utama yang menguasai transportasi dalam kota adalah duo mobil merah berjudul Ikabe dan Mersi. Khasnya, Ikabe menggunakan mobil bermoncong, sedangkan Mersi tidak. Dahulu kalau Mersi pintunya di belakang, dan untuk memberhentikan harus menggunakan bel yang akan menyalakan lampu di depan.

Jangan heran, namanya memang begitu. Makanya, orang Bukittinggi asli itu nggak akan melihat orang yang memakai Mercedes Benz alias Mercy (dibacanya Mersi, kan?) itu keren. Maaf, ye, kami-kami ini sudah memakai Mersi untuk pergi ke pasar, beralek (kondangan-red), dan berangkat sekolah.

15. Tempat Kelahiran Penulis OOM ALFA

Walaupun novel OOM ALFA berlatar belakang Jogja, namun penulisnya asli kelahiran Bukittinggi. Di Bidan Wa, Simpang Tarok. Jadi nggak cuma ada sastrawan era Balai Pustaka, kok. Era kekinian juga ada. Kalau pengen tahu bukunya boleh KLIK DISINI atau email ke ariesadhar(at)gmail(dot)com.

16. Fort De Kock, Limpapeh, dan Kinantan

Detailnya boleh dicek di posting saya ketika saya menjadi turis sehari di Bukittinggi. Ketiga objek wisata itu boleh dibilang satu kesatuan. Fort De Kock yang adalah sebuah benteng di ketinggian merupakan tempat pacaran yang tepat, selain juga tempat belajar sejarah, TAPI BUKAN TEMPAT NYAMPAH!

Jembatan Limpapeh menjadi penghubung dua destinasi yang sebenarnya tidak nyambung, benteng Belanda dan kebun binatang. Bahkan semakin nggak nyambung lagi kalau kita melihat bagian bawah dari jembatan, Kampung Cina. Namun segala ketidaknyambungan itu akan sirna begitu kamu berada di tengah jembatan dan melihat pemandangan Bukittinggi yang cantik dari kejauhan. Itu makanya kamu harus lihat sendiri di Bukittinggi.

17. Gunung Demi Gunung

Sejujurnya saya malas googling, tapi saya ingat benar ada 2 versi yang saya terima ketika SD dan SMP. Versinya tidak berbeda terlalu dalam macam hubungan beda rumah ibadah, sih. Pada prinsipnya Bukittinggi dikelilingi tiga gunung. Sekali lagi, guys, TIGA. Mungkin anak-anak asli Bukittinggi kalau diminta menggambar pemandangan nggak akan menggambar dua gunung, tapi tiga. Nah, dua diantara gunung itu adalah Marapi dan Singgalang. Waktu saya mudik kemaren, sempat nyicip sedikit abu Marapi yang pas turun. Satunya lagi–ini yang saya lupa–entah Sago entah Tandikat. Maaf, ya, saya kan cuma lelaki biasa #tsah

Tiga gunung itu yang memungkinkan kamu bisa melihat gunung dalam wujud yang sangat dekat. Iya, bahkan kalau lagi cerah-cerahnya, detail pepohonan gunung itu terlihat cantik dari tempat manapun kamu berada, asal nggak ketutupan gedung. Sejauh saya berkelana ke beberapa kota di Indonesia, bahkan hingga beberapa kota di Jawa Tengah yang sama-sama dekat dengan gunung, saya belum menemukan kota ketika kita bisa melihat gunung dengan begitu jelas, sementara kita sedang naik Mersi sambil makan pensi.

Nggak percaya, makanya datang!

18. Punya Kaitan Sejarah Dengan Kemerdekaan Indonesia

Siapapun yang pernah belajar sejarah pasti tahu arti penting Bukittinggi bagi kemerdekaan Indonesia. Pemerintahan Darurat RI sempat dikendalikan dari kota mungil ini. Atau kalau itu bisa di-counter sebagai, “ah, kan cuma beberapa hari”, maka ada satu hal yang tidak bisa kita lupakan. Bukittinggi adalah tempat lahir dan besarnya Proklamator kita, Bung Hatta, seseorang yang dengan ketenangan dan kesederhanaannya menjadi antiteori terhadap pemimpin revolusi yang meledak-ledak.

Selain Bung Hatta, Bukittinggi juga lekat dengan perjuangan dan kemerdekaan dari sisi sastra. Sudah nonton Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck? Atau nonton dan baca film semacam Salah Asuhan? Novel-novel silam yang keren-keren dan suka menyentil itu beberapa kali mengambil setting di Bukittinggi. Kalau kamu bosan dengan novel kekinian yang ber-setting Jakarta, Jogja, dan Bandung, serta Korea, maka cobalah baca novel-novel lawas itu, dan lantas berkunjung ke Bukittinggi.

Sudah delapan belas alasan, lho, kamu masih berhenti di tulisan ini? Buruan pesan tiket ke Bukittinggi–jangan lupa cari hotel dengan harga terbaik di Bukittinggi (klik disini)–dan rasakan sendiri betapa pentingnya alasan-alasan yang saya kemukakan di atas. Yuk!

21 thoughts on “18 Alasan Kamu Harus Datang ke Bukittinggi”

  1. Rajin banget, Bang, bisa mengumpulkan 18 alasan untuk datang ke Bukittinggi. Semoga semakin banyak yang mengunjungi Bukittinggi 🙂 *tapi kalau terlalu banyak bikin lalu lintas padat, jadi susah ke mana-mana*

    Poin 14. Ikabe dan Mersi (dan Amko)
    Yah, walaupun rute Amko di Bukittinggi itu cuma Birugo-Lapangan Kantin-Tarok-Aur Kuning, sih 🙂

    Like

    1. datangnya bentar aja.. hehe.. atau kalau datang, ya, naik Ikabe.. kata mandor mushala panorama, klo pas musim liburan, jumlah mobil yg masuk Bukittinggi itu 5 kali lipat daripada jumlah rumah yang ada di Bukittinggi. Gile..

      Like

  2. Keren. Saya sebagai orang asli kapau, hidup dan besar di kampung Bukittinggi dan sekitarnya tidak pernah terpikir, apa kerennya bukittinggi. Kalau ditanya, ya gitu2 aja. Hahaaa… proud of u, Sir. ^_^

    Like

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.