Cerita Farmasi: Cara Kerja Kelompok Ala Anak Farmasi

Luntang-lantung gaje di hari raya begini bikin galau. Galau bikin terkenang masa silam. Terkenang masa silam bikin males. Males bikin luntang-lantung gaje begini. Dan seterusnya sampai selesai. Nah, sambil terkenang masa silam, ada baiknya saya berbagi disini, utamanya kepada pemuda harapan bangsa yang sedang menempuh masa studi.

Bukan berbagi duit pastinya. Selain karena saya memang tidak lebaran, juga karena saya tidak punya duit untuk dibagi. Saya hanya punya cinta.

Makan tuh cinta. Sampai muntah.

Bukan cinta tentu saja. Kali ini saya hendak berbagi ilmu soal cara bekerja kelompok ala anak farmasi. Manusia itu kan makhluk sosial. Dan tentu saja anak farmasi adalah manusia. Jadi makhluk sosial adalah anak farmasi.

*pantes saya nggak jadi masuk sastra, silogisme aja ngawur*

Yak, dalam menempuh perkuliahan farmasi nan berat itu ada tugas yang harus dikerjakan. Pada semester awal kebanyakan tugas bersifat individu. Semakin ke semester atas, tugas mulai banyak yang berkelompok. Nah, anak farmasi yang saya tahu punya cara tersendiri dalam mengerjakan tugas yang seabrek itu dengan tidak baik dan tidak benar, yang penting memenuhi deadline dari dosen.

Sebenarnya saya agak curiga kenapa makin ke atas tugasnya makin banyak yang kelompok. Kalau di semester awal-awal, mahasiswa kan pada belum kenal, jadi nggak ada kisahnya contek mencontek. Kalau di semester atas-atas, tugas yang sendiri-sendiri paling juga bakal sama isinya, karena sebenarnya sumbernya hanya ada satu. Jadi daripada mengoreksi banyak laporan, mending dibuat kelompok aja. Wong isinya bakal sama saja. Gitu kali ya.

Mau tahu caranya?

Yakin?

Beneran?

Ya sudah.

Ini dia.

1. Mengerjakan Laporan Praktikum

Mahasiswa farmasi itu harus identik dengan praktikum, tentunya karena keilmuan yang dipelajari banyak hubungannya dengan sesuatu yang perlu dipraktekkan. Semisal pengaruh obat fenobarbital pada mencit. Tidak mungkin mahasiswa disuruh membayangkan ketika seekor mencit yang lagi galau kemudian masuk ke lab dan menenggak fenobarbital sendiri atau minta sama laboran, lalu kemudian dia nge-fly dan kemudian tidur.

Ya, kalau diimajinasikan, bisa jadi seliar itu.

Sumber: engzkatroxz.blogspot.com
Sumber: engzkatroxz.blogspot.com

Jadi, mahasiswa farmasi harus mengalami sendiri, harus menyuntik sendiri obat kepada mencit, lalu melihat efek yang terjadi pada makhluk Tuhan yang imut itu. Sesudah dilihat, lalu dicatat, dan kemudian dibuatkan laporannya.

Bagian laporan itu yang paling bikin malas sebenarnya. Anak-anak farmasi aslinya senang-senang saja praktikum, tapi tidak senang laporannya. Padahal itu kan sama dengan sudah berbuat lalu tidak bertanggung jawab. Sebagai upaya menciptakan warga negara yang bertanggung jawab, maka laporan hukumnya wajib untuk dibuat, mengingat sudah cukup banyak lelaki yang tidak bertanggung jawab di dunia ini.

Laporan praktikum pekan ini harus selesai dan menjadi tiket masuk praktikum di pekan depan. Kalau laporan nggak kelar, jangan harap bisa masuk praktikum karena tiket ini mutlak. Nggak bisa dinego mentang-mentang Senin lalu kita minta nomat, itu mah bioskop. Mengingat harga SKS praktikum itu cukup mahal–buat saya–jadi nggak berani neko-neko kalau praktikum. Kalau disuruh bikin laporan, ya mahasiswa harus bikin laporan, bukan bikin kue, apalagi bikin gara-gara.

Nah, sekarang gimana caranya satu kelompok yang terdiri dari kira-kira 3 sampai 7 orang itu bisa mengerjakan 1 laporan? Apakah mereka akan berkumpul, lalu berdiskusi sampai gebrak meja atau injak-injak lantai sambil bilang “ini kan gaya kamu?”, dan kemudian melakukan musyawarah lalu mufakat untuk laporan praktikum yang baik dan benar? Iya. Dalam mimpi.

Dalam seminggu, anak farmasi bisa melakoni 3-5 praktikum yang kesemuanya harus disertai laporan. Belum lagi tugas-tugas kuliah sehari-hari yang tidak kalah banyak. Jadi cara yang saya sebutkan di atas memang hanya terjadi dalam mimpi.

Bagaimana cara anak farmasi menyiasati keadaan itu?

Untunglah anak farmasi adalah anak-anak terpilih, sehingga mereka bisa memutar otak dengan baik. Saking baiknya, kadang otaknya disewa untuk poros komedi putar di pasar malam kampung.

Dalam setiap kelompok yang sudah bertahun-tahun bersama, bahkan lebih lama bersama dibandingkan dengan pacar sendiri, pasti akan nongol sosok yang kemudian ditunjuk sebagai ketua. Posisi ini biasanya dijabat oleh orang dengan indeks prestasi dengan pujian. Kalau yang berindeks prestasi dengan kasihan, paling mentok jabatannya adalah tukang cuci alat gelas selama praktikum.

Nah, ketua kelompok ini kemudian akan membagi tugas mengerjakan laporan. Seperti saya bilang tadi, sebenarnya bikin laporan yang benar ya dengan duduk bareng berdiskusi bersama. Cuma kalau begitu kan nggak bisa mengerjakan tugas yang lain, belum lagi yang harus jemput pacarnya, dan kalau nggak dijemput bakal minta putus. Repot sudah. Jadi, dilakukanlah pembagian.

Laporan praktikum terdiri dari:
1. Cover
2. Tujuan Praktikum
3. Landasan Teori
4. Alat dan Bahan
5. Cara Kerja
6. Analisis Data
7. Pembahasan
8. Kesimpulan dan Saran
9. Daftar Pustaka
10. Lampiran (bila perlu)

Dengan struktur laporan yang begini ini, ketua kelompok akan melakukan pembagian. Bagian terberat dari laporan ini tentu saja di nomor 6 dan 7, analisis data dan pembahasannya. Ada kalanya sang ketua adalah orang yang malas, jadi dalam melakukan pembagian, dia tidak pernah mendapatkan nomor 6 dan 7 itu. Tapi ada kalanya juga sang ketua adalah orang yang perfeksionis, sehingga tidak mau laporan yang ada nama dia itu tidak sempurna, jadi selalu mencantumkan namanya dalam nomor 6 dan 7. Ada juga ketua yang doyan arisan, yang selalu membagi tugas pembuatan laporan ini dengan menuliskan daftar tugas di kertas, lalu mengundinya layaknya arisan PKK.

Sebanyak 10 poin di atas biasanya dibagi begini:

Bagian 1, bertugas membuat dan mengetik tujuan praktikum, landasan teori, alat dan bahan, serta cara kerja, plus daftar pustaka. Sebenarnya bagian ini termasuk yang paling mudah. Tujuan praktikum, alat dan bahan, serta cara kerja umumnya sudah tersedia di panduan praktikum. Jadi tugasnya hanya tinggal mencari landasan teori, yang tentu saja harus mencantumkan daftar pustakanya. Ini mudah, karena pada umumnya landasan teori laporan praktikum adalah… laporan kakak kelas. Bersyukurlah anak-anak farmasi yang dapat pacar kakak kelas.

Bagian 2, mengambil tanggung jawab dalam analisa data. Bagian ini harus kuat dalam iman terutama terhadap godaan beralih menjadi anak akuntansi. Soalnya yang digarap adalah angka-angka. Dalam beberapa praktikum, angka-angka itu harus dibuat grafik. Bagian ini juga harus bekerja cepat karena hasil kerjanya dibutuhkan oleh bagian 3.

Bagian 3 sendiri adalah pembuat pembahasan serta kesimpulan dan saran. Mengingat inti dari laporan praktikum adalah pembahasan, maka satu bab ini digarap oleh 1 bagian. Intinya sih, harus menjelaskan semua yang terjadi di dalam praktikum. Misalnya, saat ekstraksi cair-cair, kenapa ada fase yang ikut ke air, dan ada fase yang ikut ke pelarut heksan. Atau ketika melakukan titrasi, terjadi perubahan warna dari putih menjadi merah, maka harus dibahas mengapa bawang merah membenci bawang putih. Atau juga dalam praktikum farmakologi, ketika ada yang mencit yang boker berlebihan, maka harus dibahas mengenai bagaimana caranya dia bisa izin nggak masuk kerja karena diare. Bagian ini harus memuat data-data yang relevan. Jadi kalau hasil analisis data penetapan kadar Paracetamol dalam tablet Anu bilang 10%, maka di praktikum juga harus tertulis 10%.

Bagian 4 adalah ujung tombak dari seluruh kerja laporan ini. Tugasnya adalah mengumpulkan tiga bagian awal, lalu merapikannya dalam format dokumen di komputer, semisal menyamakan margin dan ukuran huruf. Tugas terberat bagian ini adalah ngeprint laporan, menjilid, dan membawanya pada saat praktikum berikutnya tepat waktu. Modal penting untuk bagian ini adalah kertas dan printer. Mengingat tidak ada biaya yang diganti. Jadi kalau kejatahan bagian 4, harus punya modal itu tadi.

Kalau kebetulan ketuanya posesif dan perfeksionis, maka tugas nomor 2 dan nomor 3 nggak akan jauh-jauh dari dia. Jika ketuanya pemalas, pasti dia akan memilih tugas nomor 1, dan sesekali nomor 4. Untuk kelompok yang ketuanya doyan arisan, tugas bisa berganti-ganti setiap pekannya.

Sebenarnya kalau mau serius mengikuti pola pikir ilmiah, ya aneh juga. Praktikum itu tujuan utamanya adalah mengumpulkan data, dan laporan adalah saran membahas segala yang terjadi dalam saat pengambilan data plus tentang datanya itu sendiri. Seharusnya kan pembahasan dilakukan dengan dasar-dasar teori yang tersedia. Ah, tapi itu kan harusnya. Jangan heran kalau menemukan laporan anak farmasi yang landasan teori dengan pembahasannya nggak nyambung. Ya nggak seekstrim landasan teorinya tentang glukosa tapi pembahasannya tentang kadar Parasetamol sih.

Sumber: dinasudiyono.blogspot.com
Sumber: dinasudiyono.blogspot.com

Nilai laporan yang 1 itu akan menjadi milik setiap anggota kelompok. Itu makanya semuanya harus dibuat dengan baik dan benar. Itu juga kenapa kadang-kadang ketua yang kecewa dengan kinerja anggota kelompoknya pada suatu praktikum, nggak akan mempercayai anggota itu untuk tugas yang sama. Misal di praktikum minggu lalu analisis datanya adalah soal perbandingan jumlah laktosa dan tepung jagung dalam pembuatan tablet, tapi yang bikin analisis datanya malah membuat perbandingan  investasi arisan vs reksadana. Dipastikan bahwa pada praktikum selanjutnya, orang itu akan kebagian tugas ngeprint dan jilid saja.

Itulah anak farmasi. Walau kadang semua tahu bahwa bobot praktikum ini hanya 1 SKS, dibandingkan kuliah yang 2 SKS, ada saja yang serius menggarap laporan praktikum daripada tugas kuliah. Kenapa? Ya saya juga nanya, jangan tanya saya ya.

2. Mengerjakan Tugas Jurnal

Entah kenapa untuk banyak keilmuan, sumber-sumber informasi terpercaya berbahasa lokal itu susah banget dicari. Salah satu sumber informasi yang digunakan dalam perkuliahan adalah jurnal, hasil penelitian ilmiah yang dipublikasikan dalam konteks tertentu. Selama saya kuliah, saya hanya pernah pegang 2 jurnal yang berbahasa Indonesia, itu juga untuk skripsi saya, bukan buat tugas rutin kuliah.

Maka menjelmalah anak farmasi menjadi juru alih bahasa, dari Inggris ke Indonesia.

Eh, tugasnya memangnya menerjemahkan jurnal?

Nggak sih. Tugasnya adalah membahas jurnal. Tapi kembali ke kelakuan anak farmasi yang sebagian sibuk dan sisanya sok sibuk kayak saya, maka membahas bersama itu sulit sekali untuk dilakukan. Sama sulitnya dengan mempertemukan dua orang yang putus karena perselingkuhan. Perih.

Jadi bagaimana?

Tetap sama, dilakukan pembagian kerja. Satu kelompok kerja di kuliah sangat relatif, tapi kisarannya sama saja dengan praktikum, sekitar 3 sampai 7 orang. Nah bagaimana pembagiannya?

Kelompok yang benar akan membagi tugas dengan benar juga. Jadi nanti ada yang bagian menerjemahkan dan mendapatkan inti dari jurnal tersebut. Lalu bagian lain kelompok akan membuat resume terhadap jurnal tersebut, dan sebagian sisanya bertugas di presentasi.

Kalau yang ngawur? Ada juga.

Sumber: www.digitalpencil.org
Sumber: http://www.digitalpencil.org

Kalau ada jurnal 5 halaman, maka jurnal yang dikasih dosen itu akan diprint, lalu dibagi lima. SATU ORANG SATU HALAMAN. Nggak peduli halaman 1 ke halaman 2 itu ada kata yang terputus.

Kadang kata EXTRACTION terpisah menjadi EX dan TRACTION di halaman 1 dan 2. Kalau sudah begini, maka yang mengerjakan halaman 1 akan selalu terkenang masa lalu yang menggantung, karena tugas menerjemahkannya diakhiri dengan kata EX alias mantan. Apalagi kalau pada kenyataannya dia memang ditinggal mantan dengan status menggantung, keesokan harinya dia akan ditemukan tewas dengan halaman 1 jurnal sebagai barang bukti.

Ngawurnya dimana?

Jurnal ilmiah hampir sama dengan laporan praktikum, ada struktur ilmiahnya. Jadi silakan bayangkan seseorang yang menerjemahkan pembahasan jurnal tanpa tahu kisah awalnya bagaimana. Di halaman 3 jurnal bisa jadi membahas soal 10 tikus, padahal di halaman 1 ada 11. Sementara cerita soal 1  tikus yang berubah menjadi mutan dan menjadi guru kura-kura ninja ada di halaman 2. Ya nggak nyambung.

Jatah paling parah adalah yang bertugas menyatukan lima halaman jurnal–bukan lima bagian lho ya–yang diterjemahkan oleh lima orang yang berbeda. Zaman saya kuliah belum ada Google Translate. Bersyukurlah anak farmasi masa kini yang kalau ada apa-apa bisa mengadu ke Google Translate. Saya dulu paling mentok ke software bernama Trans Tool. Parahnya ada saja mahasiswa yang mengetik seluruh jurnal jatahnya di Trans Tool, lalu mendapati terjemahan software tersebut, kemudian copy dan paste ke dokumen, terus simpan di flashdisk, kemudian kasih ke pengumpul. Itu yang kejatahan mengedit langsung gila mendadak. Lebih parah lagi ketika dalam mengumpulkan hasil terjemahan ini, ada 1 orang yang menerjemahkan Bahasa Inggris ke Bahasa Arab.

Pada akhirnya, si pengumpul alias si pengedit ini akan pusing sendiri. Banyak kasus, dia kemudian menerjemahkan sendiri semua jurnal karena sudah muntah darah pasca membaca lima terjemahan yang berbeda-beda.

Sumber: cforcetobereckonedwith.blogspot.com
Sumber: cforcetobereckonedwith.blogspot.com

Nah, begitu resume jurnal kelar, tugas berikutnya adalah presentasi di depan kelas. Tentunya harus di depan kelas karena kalau di luar kelas presentasinya menjadi tidak tepat sasaran. Bagian ini juga butuh pembagian yang jelas. Umumnya sih, orang yang memiliki indeks prestasi dengan pujian akan bertugas presentasi. Atau kalau dia pemalu, maka dia akan menunjuk orang lain, tapi dia yang akan menjawab kalau ada pertanyaan dari audience. Kalau pemilik indeks prestasi dengan cacian kayak saya? Paling mentok ya bikin slide presentasi. Yah gimana lagi, mampunya begitu. Dalam memilih presenter, diusahakan yang rada-rada paham topik yang dibawakan. Jangan sampai ketika presentasi perihal toksikologi formalin, si presenter malah membawakan topik dongeng timun mas.

Namanya juga kerja berkelompok, pasti ada saja dinamikanya. Bekerja dengan sesama manusia selalu menimbulkan hal-hal yang kadang tidak terduga. Tapi itu yang kemudian menjadi unik di farmasi. Hebatnya, anak farmasi selalu bisa menggabungkan yang ngawur itu tadi menjadi sebuah laporan yang bisa dibilang benar. Di dalam perkuliahannya yang padat merayap tanpa harapan, setiap tugas dikerjakan dengan selesai. Iya, dengan selesai, bukan dengan maksimal. Diakui atau tidak, itulah kenyataannya.

Pada akhirnya orang-orang yang bekerjasama tadi berpisah setelah 4 tahun, dan mendapati dirinya akan bekerjasama dengan orang-orang yang lain lagi. Setiap laporan praktikum, setiap resume jurnal, serta setiap presentasi pada akhirnya akan memberikan cerita perihal bagaimana anak farmasi berinteraksi dengan sesama manusia.

Saya sih yakin, cerita di tempat lain pasti sama berwarnanya. Mau berbagi kisah?

🙂

19 thoughts on “Cerita Farmasi: Cara Kerja Kelompok Ala Anak Farmasi”

  1. kak, keren curhatannya :’)
    hebat ya bisa nulis curhatan gokil gini, tanpa harus nyaciin para dosen dan kawan se-geng praktikum

    Like

  2. Aduh… jadi senyum2 geli baca ini😊. Sama dg yg kualami pas garap laporan… Sering ngundi arisan pas pembagian. Hihihi😁

    Like

  3. Ya ampun, baca blog ini berasa nostalgia. Sambil ketawa ngekek. LOL Kalau tempatku enggak diundi sih, tapi urutan. Karena pasti ada berapa kali mata praktikum, semua pasti pernah dapat jatah kerjakan dari cover sama kesimpulan. Tapi ya, nilai laprak ditentukan oleh siapa yang jatah bikin pembahasan pas itu. :p

    Like

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.